Belum digubrisnya kenaikan honor oleh Pemko Padang, 370 pegawai lepas pasukan kuning Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Padang mogok kerja, Rabu (6/2). Mereka mengancam akan terus mogok kerja, selama tuntutan mereka dipenuhi Pemko Padang.
Empat tuntutan pasukan kuning itu, menghapus potongan gaji Rp 100 ribu setiap bulannya, mempertanyakan penggunaan uang pemotongan, menaikkan dan pembayaran gaji tepat waktu.
Mogok kerja hari kedua di depan Kantor DKP Padang itu, makin banyak diikuti para pasukan kuning. Mereka membawa spanduk bertuliskan "Naikkan gaji kami sesuai UMP, tiadakan potongan gaji, bayarkan gaji tepat waktu". Sementara kendaraan operasional sampah, dibiarkan ngetem di depan SPBE Aiapacah. "Kami menerima gaji Rp 600 ribu hingga Rp 700 ribu setiap bulan. Gaji itu tidak cukup," keluh Niko, 29, pasukan kuning, kepada wartawan.
Niko meminta Pemko menaikkan gaji sesuai upah minimum provinsi (UMP). "Jika pasukan kuning tidak bekerja dalam sehari, tentunya akan berdampak buruk bagi Padang," ujarnya.
Hendri, pasukan kuning lainnya menilai, DKP seakan lepas tangan terhadap nasib pasukan kuning. "Sudahlah kecil, gaji kami dipotong pula Rp 100 ribu. Untuk apa pemotongan itu, kami tidak tahu," ujarnya.
Menanggapi tuntutan itu, Kepala Dinas Kebersihan Pertamanan Kota (DKP), Zabendri mengimbau pekerja kembali melakukan aktivitas seperti biasa. "Untuk permasalahan kenaikan gaji, DKP tidak bisa menaikkannya begitu saja. Karena harus dianggarkan kembali di APBD perubahan mendatang," tuturnya.
Kaji Ulang
Secara terpisah, Wakil Ketua DRPD Padang Afrizal meminta Pemko melakukan pengkajian ulang besaran gaji pegawai harian lepas. Soalnya, honor Rp 21.000 per hari yang ditetapkan Pemko dinilai terlalu kecil dibanding angka kelayakan hidup saat ini. Apalagi jumlah upah minimum provinsi (UMP) saat ini, juga telah naik dari Rp 1,150 juta menjadi Rp 1,350 juta.
"Hanya tim anggaran pemerintahan daerah (TAPD) yang bisa melakukan pengkajian. Nanti hasil pengkajian itu akan kami bawa ke rapat internal untuk ditindaklanjuti. Tugas kami hanya menyetujui saja," kata Afrizal.
Wakil Ketua Komisi III, Maidestal Hari Mahesa menilai tidak manusiawi jika ada pemotongan honor lepas pasukan kuning Rp 100 ribu tersebut. Ini melihat beban kerja dari pasukan kuning yang bekerja sejak mulai pukul 04.00 hingga tengah malam dengan tanggung jawab sama dengan pegawai lainnya.
Terkait persoalan tersebut, anggota Fraksi Persatuan Pembangunan dan Bulan Bintang (PPBB) tersebut meminta pasukan kuning menyiapkan bukti otentik pemotongan itu ke DPRD. "Jika Pemko memang tidak sanggup mengelola mereka, silakan libatkan pihak ketiga," jelas politisi PPP tersebut.
Sementara itu, Wali Kota Padang, Fauzi Bahar berjanji memperhatikan kesejahteraan pasukan kuning. "Jika benar ada pemotongan gaji pasukan kuning, saya akan panggil Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) dan memberikan sanksi," ujarnya.
Namun begitu, Fauzi meminta para "pahlawan kebersihan" itu kembali bekerja seperti sedia kala. "Saya berjanji akan memberikan seragam yang layak bagi pasukan kuning," ujarnya.
Secara terpisah, Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) Padang, Edi Hasymi menyayangkan mogok kerja pasukan kuning. "Jika kebersihan kota tidak terjaga, tentu akan mempengaruhi penilaian Adipura yang timnya akan datang ke Padang dalam waktu dekat," ujarnya.
Pantauan Padang Ekspres (Grup JPNN), aksi mogok pasukan kuning menyebabkan sampah-sampah menumpuk di sejumlah tempat. Di Pasar Belimbing, misalnya, sampah dibiarkan menumpuk karena tidak ada petugas kebersihan yang mengangkutnya ke TPA.
Pemandangan serupa terlihat di Perumnas Belimbing, Jati dan permukiman lainnya. "Dua hari saja pasukan kuning mogok, sampah sudah menggunung," kata Yani Mulia, 32, warga Jati.
Hal senada disampaikan Firman, 37, warga Perumnas Belimbing. "Kini di beberapa kawasan di Perumnas Belimbing menumpuk sampah di sana sini. Di Pasar Belimbing, beberapa kontainer sudah dipenuhi unggukan sampah. Petugas kebersihan belum mengangkut sampah tersebut," ujarnya.