Komisi Pemilihan Umum (KPU) diingatkan agar jangan terjebak dalam pengekangan pers terkait pembuatan aturan kampanye di media massa.
Menurut Wakil Ketua Komisi III DPR dari Fraksi Partai Golkar, Aziz Syamsuddin, di Jakarta, Kamis (7/2), KPU jangan membuat peraturan yang justru mengekang kebebasan pers.
"Jangan sampai peraturan KPU itu malah mengganggu kebebasan pers," ujarnya. Menurut Aziz, yang penting adalah pemantauan dan implementasi aturan tersebut.
"Kalau kita berangkat dari niat yang kurang baik, yakni membatasi kebebasan pers, ini malah menjadi preseden buruk bagi demokrasi," ujar Aziz yang juga Ketua DPP Partai Golkar.
Menurut dia, peraturan KPU harus dibuat dalam batas-batas kewajaran, netral, objektif, dengan tujuan penyehatan demokrasi. "Saya kira, di negara demokrasi maju juga begitu. Media tidak berhadapan dengan banyak aturan yang akhirnya membatasinya dalam memperoleh informasi yang dibutuhkan publik," ujarnya.
Sementara itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) berpandangan, pemberlakuan aturan menyangkut penyiaran kampanye melalui media massa sangat diperlukan. Hal ini sebagai upaya mencegah terjadinya dominasi secara pribadi maupun kelompok terhadap penyiaran melalui media massa.
Demikian pendapat yang disampaikan Ketua KPI Muchammad Riyanto dan Ketua KPU Husni Kamil Manik, di gedung DPR, Jakarta, Kamis (7/2).
Menurut Riyanto, KPU harus secepatnya membuat aturan yang terkait dengan iklan maupun kampanye pemilu yang dilakukan melalui media massa.
"Tentu KPU memiliki wewenang untuk menyusun aturan itu. Ini penting agar mampu mewujudkan pemilu yang berkualitas. Dengan demikian, dapat pula mencegah munculnya berbagai persoalan pada saat pelaksanaan kampanye di media massa," katanya.
Dia menilai, aturan tersebut diperlukan karena hingga saat ini KPU memiliki keterbatasan wewenang untuk melakukan pengawasan kampanye hanya dari sisi konten atau materi iklan.
Terkait aturan pengaturan kampanye itu, Riyanto mengatakan, ada beberapa hal yang perlu diatur dalam penggunaan media massa, antara lain menyangkut durasi (waktu), konten, dan pelaksanaan penayangan iklan atau kampanye itu sendiri.
"Setiap peserta pemilu harus mempunyai kesamaan kesempatan dalam penggunaan televisi dan radio untuk media kampanye dan iklan. Dengan demikian, tidak ada dominasi di media penyiaran oleh parpol tertentu karena memiliki modal yang cukup," katanya.
Dia menilai, media massa juga memiliki peran yang penting dalam memberikan pendidikan politik bagi masyarakat. Karena itulah, sudah sepantasnya diterapkan aturan yang tegas dalam penyiaran kampanye yang dilakukan melalui media massa.
"Masyarakat perlu diberi edukasi politik dalam berdemokrasi, termasuk melalui informasi iklan layanan masyarakat nonkomersial untuk kepentingan sosialisasi, kepentingan pemahaman demokrasi, dan kepentingan pemahaman penyelenggaraan pemilu. Jadi, nantinya partai politik juga harus diberi porsi yang sama dalam beriklan dan kampanye," katanya.
Menanggapi hal itu, Husni mengatakan, aturan mengenai penyiaran kampanye melalui media massa diperlukan untuk mencegah terjadinya sengketa pemilu. Sebab, tanpa ada aturan yang tegas, dikhawatirkan memicu kelangkaan media sebagai wadah kampanye, karena media akan mengiklankan kepentingan politis pemilik.