PT Pertamina perlu segera memfungsikan lima Stasiun Pengisian Bulk Elpiji (SPBE) yang sudah selesai dibangun di wilayah Kalimatan Barat dengan harapan harga gas bersubsidi ukuran tiga kilogram untuk daerah hulu di wilayah tersebut tidak lagi tembus Rp 25 ribu hingga Rp 30 ribu per tabungnya.
Begitu disampaikan anggota Komisi C DPRD Provinsi Kalimantan Barat, Ali Akbar, di Pontianak, Kamis (7/2).
Kelima SPBE yang sudah selesai dibangun itu, yakni dua SPBE di Kota Singkawang, satu diantaranya siap dioperasikan, satu SPBE di Kabupaten Sintang yang siap dioperasikan, satu SPBE siap dioperasikan di Sanggau, dan satu diantara dua SPBE di Ketapang juga siap dioperasikan. Akbar menduga, peresmian ketiga SPBE sengaja dihalang-halangi oleh oknum yang menginginkan harga gas bersubsidi di daerah hulu Kalbar tetap tinggi.
"Kami mencium ada pihak-pihak yang berusaha menghalang-halangi agar SPBE tersebut tidak diresmikan, agar gas bersubsidi di Kalbar tetap dikuasai atau dikendalikan oleh dua SPBE yang ada, yakni satu di Kota Pontianak dan satu lagi di Kabupaten Pontianak," ujarnya.
Selagi gas bersubsidi di Kalbar tersebut masih dimonopoli, maka harga gas bersubsidi di Kalbar tetap lebih tinggi dari ketentuan yang ada.
"Konversi minyak tanah ke gas bersubsidi, yang tadinya bertujuan meringankan beban hidup masyarakat tidak mampu, tetapi kenyataannya kini malah menambah beban masyarakat luas atau `mencekik leher rakyat`," kata Ali Akbar.
Saat ini di beberapa daerah di Kalbar harga gas bersubsidi ukuran tiga kilogram kini Rp25 ribu hingga Rp30 ribu/tabung, padahal pemerintah telah menetapkan HET Rp12.750/tabung untuk ukuran tiga kilogram. Tingginya harga membuat masyarakat makin sengsara karena yang menggunakan gas subsidi adalah masyarakat yang cenderung tidak mampu,
Akbar mendesak, Pertamina Gasdom Pusat menyikapi persoalan ini dengan serius. "Pejabat Pertamina di Jakarta harus peka dengan daya beli rakyat Kalbar khususnya di pedalaman yang rata-rata hidupnya masih di bawah garis kemiskinan," ujar Ali Akbar.