Pengangkatan Mayjen TNI Pramono Edhie Wibowo sebagai Panglima Komando Cadangan Strategis TNI Angkatan Darat (Pangkostrad) dianggap sebagai proses mutasi yang wajar di TNI dan tidak perlu dikaitkan dengan status Pramono Edhie sebagai ipar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
"Kalau dilihat dari tatanan pangkat dan masa tugasnya serta pengalaman Pak Edhie, saya lihat itu hal yang biasa-biasa saja. Tidak ada masalah," ujar anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Golkar (F-PG), Muchamad Ruslan, di gedung DPR, Jakarta, Rabu (30/9). Ruslan melihat sosok Pramono Edhie Wibowo memang memenuhi syarat dan layak menyandang jabatan tersebut. "Kepribadiannya baik dan rendah hati, apalagi beliau punya pengalaman sebagai Danjen Kopassus. Saya pikir pilihan itu sudah tepat," ujarnya.
Wakil Ketua Komisi I DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Tb Hasanuddin, juga berpendapat senada bahwa penempatan Pramono Edhie, yang kini menjabat Pangdam III Siliwangi, sebagai Pangkostrad bukanlah hal yang baru dalam proses mutasi di TNI. Ia mencontohkan, mantan Pangkostrad Wismoyo Arismunandar sebelumnya menjabat Pangdam Jawa Tengah.
"Untuk penempatan jabatan seperti Pangkostrad itu, saya rasa semua (pangdam) bisa, karena itu karier yang sifatnya terbuka," kata Hasanuddin. Penetapan Pramono Edhie sebagai Pangkostrad didasarkan pada Keputusan Panglima TNI Nomor: Kep/ 630/ IX/ 2010 tanggal 27 September 2010 dan Keputusan Panglima TNI Nomor: Kep/ 642/ IX/ 2010 tanggal 28 September 2010, berisi tentang pemberhentian dari dan pengangkatan dalam jabatan di lingkungan TNI. Di kesempatan terpisah, Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha menegaskan, pengangkatan Mayjen TNI Pramono Edhie Wibowo sebagai Pangkotrad tidak berdasarkan kedekatan hubungan kekeluargaan dengan istri Presiden SBY, Ani Yudhoyono.
Julian mengatakan, pengangkatan Pramono Edhie Wibowo sepenuhnya berdasarkan kompetensi dan kelaziman dalam jenjang Tentara Nasional Indonesia (TNI). "Ini berdasarkan kompetensi dan itu semua berdasarkan kelaziman dalam jenjang TNI. Saya pastikan bahwa tidak ada hubungannya dengan pertimbangan-pertimbangan kedekatan," ujar Julian. Menurut dia, promosi diberikan kepada adik kandung Ani Yudhoyono itu bukan berdasarkan pertimbangan tidak jelas dan argumentasi tidak bertanggung jawab. Julian menjamin Presiden SBY sama sekali tidak ikut campur dalam pengangkatan Pramono Edhie Wibowo yang sebelumnya menjabat Pangdam III Siliwangi.
"Saya tahu Presiden menyerahkan sepenuhnya kepada TNI sendiri. Jadi, mekanismenya seperti yang ada dalam tubuh TNI sendiri. Silakan ditanyakan kepada Panglima TNI kalau itu lebih baik," tuturnya. Sementara itu, pendapat yang berbeda disampaikan pengamat politik dari Charta Politika, Yunarto Wijaya, yang melihat promosi Pramono Edhie Wibowo sebagai Pangkostrad merupakan upaya "pengamanan politik" bagi SBY dan Partai Demokrat menuju Pemilu 2014.
"Elektoralitas SBY maupun Partai Demokrat akan tetap terjaga apabila mendapat dukungan nonpolitis dari lembaga keamanan dan pertahanan negara, seperti TNI dan Polri," katanya kepada Suara Karya di Jakarta, Kamis (30/9).
Meski tidak terlibat langsung dalam politik praktis, namun Yunarto mengingatkan, TNI dan Polri bisa menjadi pendukung kekuatan politik yang strategis dengan memanfaatkan "keluarga besar" anggota TNI dan Polri. "Perintah komando masih berlaku di dua institusi itu dan wajib dilaksanakan setiap anggota TNI dan Polri," ujarnya.
Sementara itu, berdasarkan keputusan Panglima TNI, perwira tinggi yang mengalami promosi jabatan di antaranya Mayjen TNI Moeldoko dari Pangdam XII/Tanjungpura menjadi Pangdam III/Siliwangi, Mayjen TNI Geerhan Lantara dari Pangdivif-2 Kostrad menjadi Pangdam XII/Tanjungpura, Mayjen TNI Zahari Siregar dari Pati Mabes TNI menjadi Wakil Irjen TNI, Laksda TNI Hari Bowo dari Gubernur AAL menjadi Pangarmabar, dan Laksma TNI Sukatno dari Irmat Itjen Kemhan menjadi Danlantamal VII Koarmatim. (Feber S/Kardeni)