Hampir di setiap wilayah dijumpai beberapa orang yang mengatasnamakan amal dan sadaqah meminta sumbangan untuk pembangunan masjid. Bahkan dalam bis umum pun tidak jarang orang yang mengaku-aku panitia pembangunan masjid membagikan selebaran yang intinya meminta uang bantuan sumbangan pembangunan.
Menurut anggota Komisi VIII DPR RI Amran, hal tersebut sebenarnya tidak salah, karena didasarkan atas keikhlasan masing-masing individu alias tanpa adanya paksaan dari siapapun. Namun tidak jarang akitivitas atau kegiatan pemintaan sumbangan tersebut malah membuat macet jalan raya, dan mengganggu masyarakat sekitar.
Padahal menurut Amran, Kementerian Agama sudah memiliki anggaran khusus untuk membantu pengembangan atau pembangunan rumah ibadah, termasuk masjid. “Alokasi anggaran pembangunan masjid dari pemerintah untuk satu masjid adalah Rp 50 juta. Dan itupun diutamakan untuk masjid-masjid yang berada di wilayah terpencil dan kondisinya kurang layak. Namun sebagai umat muslim saya juga merasa sedih melihat hal tersebut, sementara umat agama lain kok tidak melakukan hal serupa,” ungkap Amran.
Senada dengan Amran, anggota Komisi VIII dari Fraksi Golkar, HM. Busro mengatakan jika diperlukan, Kementerian Agama harus menambah sumbangan per masjidnya menjadi Rp 100 juta. Namun hal tersebut tentu akan mempengaruhi APBN Kemenag.
Sebagai solusinya, Komisi VIII meminta Kementerian Agama dan Aparat setempat untuk menertibkan kegiatan sumbangan di jalan-jalan. Salah satu caranya menurut Amran adalah dengan mendata masyarakat yang ingin menjadi donatur untuk pembangunan masjid. Dan setiap bulannya petugas atau aparat setempat bersama panitia masjid mendatangi rumah dari para donatur tadi. Sehingga panitia tidak harus berdiri seharian penuh di jalan dan mengganggu arus lalu lintas jalan.