Publik mengusulkan penghapusan dana pensiun bagi DPR. Usul publik ini layak direalisasikan, melihat kinerja dewan yang buruk. Jika dana pensiun DPR dihapus, negara akan menghemat anggaran Rp 500 Miliar setiap tahun.
Wacana penghapusan dana pensiun mengundang beragam reaksi dari anggota dewan. Ada reaksinya menolak ada yang menerima, ada juga yang pasrah menyerahkan sepenuhnya kepada pemerintah sebagai pengelola keuangan negara.
Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi PPP Okky Asokawati keberatan jika dana pensiun anggota DPR dihapuskan. Namun, dia setuju jika kriteria pemberian dana pensiun kepada anggota DPR diperketat dalam undang-undang.
Menurutnya, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1980 yang mengatur tentang dana pensiun anggota DPR perlu direvisi. Selain sudah usang, kriteria penerima dana pensiun dalam aturan sudah tidak sesuai dengan rasa keadilan.
“Aturan dana pensiun perlu direvisi. Perlu ada penambahan kriteria lebih detail tentang anggota DPR seperti apa yang berhak mendapatkan dana pensiun,” ujarnya kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Menurutnya, aturan mengenai kriteria penerima dana pensiun anggota dewan sekarang tidak ada parameternya. Dana pensiun terlalu kaku karena menyamaratakan semua anggota DPR berhak mendapatkannya. “Masak anggota yang cuma satu tahun kemudian diganti tetap dapat dana pensiun. Ini kan tidak adil dan melukai hati rakyat juga, makanya ke depan harus diatur,” sarannya.
Hal senada juga diungkapkan politisi senayan asal fraksi Golkar Firman Soebagyo. menurutnya, berkat kinerjanya memakmurkan negara ini, anggota DPR pantas mendapatkan dana pensiun seperti pegawai negeri sipil (PNS) yang telah mengabdi puluhan tahun.
“DPR pantas dapat pensiun. Ingat yang membuat undang-undang itu kan DPR, yang membuat negara ini makmur itu kan eksekutif dan legislatif, Anggota DPR memiliki peran penting dalam keberlangsungan negara. Masak mereka tidak dikasih pensiun” katanya kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Menurut Firman, kinerja buruk yang melekat pada anggota DPR tidak bisa dijadikan alasan untuk menghapuskan hak-hak anggota DPR. Kata dia, saat ini yang kinerjanya buruk bukan hanya anggota DPR, tetapi aparat negara lain juga banyak yang menunjukan kinerja buruk.
“Jika bicara kinerja susah. PNS juga kalau bicara kinerja biasa-biasa saja tapi tetap mereka dapat pensiun. Untuk pensiun tidak perlu dipersoalkan, soal dana pensiun kita serahkan saja ke pemerintah,” cetusnya.
Dihubungi terpisah, bekas anggota DPR dari Fraksi PAN periode 2004-2009 Drajad Wibowo setuju jika kriteria anggota DPR yang berhak menerima pensiun diatur lebih ketat dalam undang-undang. Dia mengusulkan, anggota DPR yang nanti menerima dana pensiun merupakan anggota yang mengabdi minimal satu periode penuh. Jika ada anggota DPR yang tidak mengabdi penuh selama satu periode tidak perlu diberikan dana pensiun.
Pelaksana Tugas Sekjen DPR Winantuningtyastiti Swasanani membeberkan, selama ini pemberian dana pensiun kepada anggota DPR jumlahnya berbeda-beda. Uang pensiun bagi anggota DPR berjumlah 6-75 persen dari gaji pokok yang diterimanya selama aktif menjadi anggota DPR.
Besaran uang pensiun juga didasarkan pada lamanya masa jabatan seorang anggota DPR. Untuk saat ini gaji pokok anggota DPR sendiri bervariasi, dengan nilai minimal Rp 4,2 juta. “Semakin lama menjadi anggota DPR maka semakin tinggi uang pensiun,” katanya.
Terpisah, Koordinator Advokasi dan Investigas Forum Indonesia Pemerintah (Fitra) Uchok Skya Khadafi mendesak pemerintah dan DPR mencabut aturan soal dana pensiun bagi anggota DPR yang tertuang dalam UU Nomor 12 tahun 1980.
Menurut Uchok jika DPR tidak berkeinginan mencabut aturan itu, akan menunjukkan bahwa para politisi hanya mengincar fasilitas dan pundi-pundi uang. Uchok bilang jika dana pensiun anggota DPR dihilangkan maka uang negara bisa dihemat. “Bisa hemat sampai Rp 500 miliar setiap tahunnya,” pungkasnya.