Pembangunan 10 flyover dan underpass di wilayah DKI Jakarta untuk mengurai kemacetan tidak sesuai target. Pelaksanaan proyek tersebut banyak tersendat pembebasan lahan.
Dengan demikian, instruksi Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) agar seluruh lelang proyek selesai pada triwulan pertama, sulit terealisasi. Terlebih anggaran untuk pembangunan flyover dan underpass umumnya bersifat multiyears (tahun jamak). Tujuh underpass yang akan dibangun yakni ruas Guntur–Cik Di Tiro senilai Rp7,5 miliar,Kartini Rp10 miliar, Halimun–Madiun Rp5 miliar, Industri Rp5 miliar, Garuda Rp5 miliar,Cendrawasih Rp10 miliar, dan Permata Hijau Rp5 miliar.
Sementara tiga flyover yakni di Gunung Sahari Rp5 miliar, Mangga Dua Rp5 miliar, dan Kuningan Selatan Rp5 miliar. Anggaran tersebut dialokasikan tahun ini, sementara hingga 2015 diperkirakan mencapai Rp200 miliar. Kepala Seksi Persimpangan Tidak Sebidang Dinas PU DKI Jakarta Heru Suwondo mengatakan, sejauh ini pembangunan proyek tersebut belum bisa dipastikan waktunya. Alasannya, proyek tersebut bersifat multiyears, sehingga butuh persetujuan teknis dari DPRD DKI Jakarta.
“Kita masih menunggu proses dari DPRD. Multyyears-nya seperti apa. Kalau tidak dibahas, takutnya di tahun berikutnya tidak mendapatkan penganggaran dari DPRD. Harus ada izin dari DPRD,” kata Heru kemarin. Bentuk tidak jelasnya kesiapan dari pembangunan flyover dan underpass ini, belum semuanya memiliki detail design engineering (DED). “Sebagian sudah memiliki DED. Beberapa lainnya belum ada,” ujarnya.
Dia optimistis DED flyover dan underpass dapat dituntaskan tahun ini dan langsung ditenderkan ke calon mitra kerja. Pihaknya mengakui kendala lainnya yang dialami dalam pembangunan flyover dan underpass, yakni pembebasan lahan. Pasalnya, selama proses pekerjaan nantinya akan ada pengalihan arus lalu lintas. Dengan pengalihan tersebut akan dibuat jalan baru dengan melebarkan jalan existing kawasan pembangunan flyover danunderpass.
Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta Hardi menyangkal bahwa pembangunan flyover danunderpassharus meminta izin lagi ke DPRD. Soalnya semua program pembangunan itu telah tercantum dalam APBD, jadi harus dikebut kerjanya. “Kalau sudah ada di APBD, untuk apa lagi harus minta koordinasi ke DPRD. Itu tinggal langsung dikerjakan saja. Seperti yang diinstruksikan gubernur kemarin (Selasa),” tegas Hardi.
Anggota Fraksi Partai Demokrat ini menilai cara kerja birokrat belum bisa mengikuti irama kepala daerah dan keinginan masyarakat. Sejatinya pekerjaan pembangunan itu dapat dijalankan, karena telah memiliki payung hukum. Hardi mensinyalir pola kerja aparat Pemprov DKI Jakarta belum mau berubah ke arah lebih baik dan cepat.
“Sepertinya birokrat itu maunya berlama-lama,” tegasnya. Di bagian lain, Kementerian Pekerjaan Umum (Kemen PU) tahun ini akan membangun flyover Bulak Kapal di Jalan Joyo Martono, Bekasi Timur, Kota Bekasi. Flyover Bulak Kapal ini dibangun untuk meminimalisasi kemacetan yang kerap terjadi di ruas jalan tersebut.
Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bekasi Rayendra Sukarmadji mengatakan,setelah diusulkan pada pertengahan 2009, pembangunan flyover baru terealisasi tahun ini melalui anggaran APBN. ”Pelaksanaan pembangunan flyover Bulak Kapal pada tahun ini dengan anggaran tahap pertama sebesar Rp20 miliar untuk konstruksi tahap awal dengan anggaran pusat dan yang bangun langsung Kementerian Pekerjaan Umum,” ujar Rayendra.