Persoalan kesejahteraan, pelanggaran HAM, dan kian tersisihnya warga Papua, masih sangat kental terdengar di tanah Papua.
Hal ini disampaikan Wakil Ketua DPRD Papua Barat Jimmy Demianus Ijie dalam acara diskusi "Papua dan masa depan Indonesia memperingati 50 tahun Integrasi Papua 1 Mei 2013", di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Selasa (16/4).
"Dalam masa ini, kita percaya ada berbagai kemajuan. Meski masih sangat kental terdengar jeritan kegetiran dari tanah Papua, mulai dari persoalan kesejahteraan, pelanggaran HAM dan kian tersisihnya warga Papua," ujarnya.
Jimmy yang juga Ketua Panitia penyelenggara peringatan 50 tahun Papua berintegrasi ke NKRI ini mengatakan, akar persoalan ini terjadi sejak awal integrasi Papua. Di mana, berbagai persoalan tersebut telah mendorong kekecewaan besar bagi masyarakat Papua. Akibatnya, sebagian orang berusaha mencari alternatif lain untuk memisahkan diri dari NKRI. Meski sebagian besar juga masih ingin merdeka dalam NKRI.
"Akumulasi persoalan di tanah Papua itu akan terus memicu kekecewaan, jika tidak disentuh dengan pendekatan yang tepat. Terutama, pendekatan kesejahteraan dan kedamaian di tanah Papua," tukasnya.
Di acara yang sama, pengamat politik LIPI Siti Zuhro juga mengatakan ada hal yang belum tuntas dalam proses integrasi Papua ke NKRI ini. "Hal yang belum tuntas ini yang menjadi borok yang luar biasa. Akhirnya menjadi komoditi parpol," tuturnya.
Dia juga heran terhadap sulitnya membawa Papua untuk maju. Sementara, penduduk asli Papua hanya sekitar 2 juta. Karenanya, ia menyerukan sudah saatnya pemda yang mengelola otsus. Tidak ada lagi anggapan bahwa dana Otsus ini harus dikelola Pemerintah Pusat.
Dia melihat sejak awal otsus dilakukan, itu tidak dibarengi dengan pengawasan yang cukup. Papua butuh pendampingan. Tapi Papua juga tidak boleh menyalahkan Pemerintah Pusat secara sepihak. Jadi, harus ada semacam kreasi baru. "Kalau pemerintah membentuk UP4B (Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat) ini buntu, DPR juga bisa membuat badan sejenis. Selain itu Pemda Papua juga sebaiknya kreatif, tidak selalu menunggu Pusat," tegasnya.