DPR Minta Royalti Freeport Naik Jadi 5 Persen

sumber berita , 26-04-2013

PT Freeport Indonesia setuju menaikkan royalti dari 1 persen menjadi 3 persen. Namun, DPR menilai seharusnya royalti itu bisa sampai 5 persen.

Anggota Komisi VII DPR Satya Yudha mengatakan, seharusnya pemerintah bisa menaikkan royalti perusahaan asal Amerika itu menjadi 5 persen. Menurutnya, angka 3 persen masih kelewat rendah. Apalagi Freeport sudah melakukan penambangan cukup lama di Indonesia.

Sayangnya, royalti 3 persen itu mulai berlaku ke depan. Menurut Satya, jika hitungan royalti berlaku mulai 10 tahun yang lalu tidak masalah. Sebab, nilainya sudah sama dengan royalti 5 persen.

“Tapi ini renegosiasi, semuanya harus melalui kesepakatan bersama untuk mengubah kontrak yang ada. Beda jika itu untuk perpanjangan, pemerintah bisa memaksanya,” katanya kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Politisi Partai Golkar ini beranggapan, yang penting pemerintah harus mampu menaikkan pendapatan negara dari sektor mineral dan batubara (minerba).
Caranya, dengan renegosiasi, terutama untuk perusahaan-perusahaan yang selama ini kontribusinya relatif kecil dibanding pendapatan yang didapat dari pertambangan.

Untuk itu, dalam renegosiasi, pihaknya meminta demi peningkatan pendapatan dilakukan tiga hal. Yaitu pendapatan dari sektor pajak, non pajak melalui royalti dan divestasi.

Untuk proses divestasi, Satya menilai tetap wajib dijalankan, meski nanti ketika divestasi itu ditawarkan belum pasti ada yang berminat atau tidak, karena itu menyangkut capital yang sangat besar. Hak divestasi tetap dideklarasikan, dengan begitu masyarakat merasa pernah ditawari.

Pengamat energi dari Reforminer Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, penerimaan negara tidak bisa dinilai dari royalti saja. “Penerimaan pajak juga harus diperhitungkan,” ujarnya.

Ditanya apakah kenaikan royalti Freeport dari 1 persen menjadi 3 persen sudah tepat, Komaidi bilang, harus dilihat total pendapatan kotornya. “Jika tidak sesuai dengan yang disetorkan, maka angka itu dinilai rendah,” katanya.

Namun, lanjutnya, pemerintah jangan hanya fokus pada kenaikan royalti. Sebab, ada perusahaan tambang yang royaltinya besar tapi bayar pajaknya rendah. Tentu ini mempengaruhi penerimaan negara juga.

Direktur Jenderal Minerba Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Thamrin Sihite sebelumnya mengatakan, royalti Kontrak Karya dengan Freeport harus melebihi 10 persen.

“Kalau menurut perhitungan kita, royaltinya 5 persen atau 10 persen belum tentu menguntungkan negara,” ujarnya.

Dalam proses renegosiasi yang akan dilakukan, dia berharap Freeport lebih mengedepankan perhitungan keuntungan yang adil bagi kedua belah pihak.

“Jangan hanya melihat satu faktor royalti. Prinsipnya, perusahaan harus untung, ya tapi untungnya jangan besar besar amat. Jangan dilihat ini hanya royalti, nanti hubungannya juga divestasi dan seterusnya,” imbuh Thamrin.

Presiden Direktur Freeport Indonesia Rozik B Soetjipto setuju menaikkan royalti perusahaan. “Kami setuju menaikkan besaran royalti menjadi 4 persen tembaga, 3,75 persen emas dan 3,25 persen perak,” katanya.

Dengan asumsi, harga emas 1.500-1.600 dolar AS per ounce, maka pendapatan pemerintah dari royalti akan meningkat sekitar 80 juta dolar AS jika produksi sedang turun dan 120 juta dolar AS ketika produksi normal.

Menurut Rozik, pemerintah telah mendapatkan peningkatan penerimaan negara dari naiknya royalti Freeport. Ia juga mengingatkan, pajak korporasi yang dibayar Freeport 10 persen lebih besar dari perusahaan umum lainnya.

Selain itu, Freeport juga sudah bersedia menurunkan luas wilayah pertambangan dari 2,6 juta hektar menjadi 158 ribu hektar. Namun, pemerintah masih mengkaji usulan penciutan luas wilayah,mengingat dalam Undang- Undang Minerba yang baru diatur luas wilayah maksimal 25 ribu hektar.

Diposting 26-04-2013.

Dia dalam berita ini...

Satya Widya Yudha

Anggota DPR-RI 2009-2014 Jawa Timur IX
Partai: Golkar