Para guru dan kepala sekolah Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) di Jakarta mengeluh. Gaji selama empat bulan dari dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) belum kunjung cair.
Hal itu diungkapkan salah seorang guru sebuah MI yang enggan disebut namanya. Ia menyatakan, teman-temannya sesama guru Madrasah saat ini kondisinya sangat memprihatinkan.
''Kepala sekolah dan guru-guru madrasah saat ini menjerit,'' curhatnya di Jakarta, kemarin.
Guru itu menyatakan, kondisi tersebut dialami para guru yang berstatus honorer. Pasalnya, honor mereka benar-benar bersumber dari dana BOS.
''Sebanyak 90 persen guru di Madrasah-Madrasah statusnya honorer. Hanya sedikit yang PNS (pegawai negeri sipil-red),'' katanya.
Menurutnya, para guru honorer sudah melaksanakan kewajiban mengajar setiap hari. Namun, honor yang menjadi hak selama berbulan-bulan hingga kini belum diterima. Ternyata, nasib serupa juga dialami di daerah lain di Indonesia.
Seperti diketahui, dana BOS biasanya cair setiap triwulan sekali. Untuk dana BOS periode Januari-Maret, biasanya sudah cair pada Februari atau Maret. Namun, hingga memasuki akhir April, dana BOS belum juga cair. Padahal, saat ini seharusnya sudah memasuki triwulan kedua.
Selain menyebabkan honor guru Madrasah belum dibayar, kondisi tersebut juga menyebabkan kegiatan operasional sekolah terhambat. Pasalnya, biaya operasional sekolah selama ini memang berasal dari dana BOS.
''Pihak sekolah sampai harus pinjam sana-sini agar kegiatan operasional sekolah tetap berjalan,'' tandasnya.
Menanggapi hal ini, anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta Ashraf Ali mengatakan, belum ada pengaduan secara langsung dari guru maupun kepala sekolah Madrasah di Jakarta. Namun ia mengakui, masalah pencairan anggaran dana BOS Madrasah memang terjadi di seluruh Indonesia, termasuk di Jakarta.
Menurut Ashraf, kewenangan mencair dana BOS untuk Madrasah berada di tingkat pusat, yaitu di Kementerian Agama (Kemenag). Untuk Jakarta, kewenangannya ada di Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Agama Provinsi DKI Jakarta.
Politisi Partai Golkar ini mengatakan, karena bukan kewenangan DPRD DKI Jakarta, pihaknya hanya bisa menghimbau pihak yang memiliki wewenang agar segera mencairkan dana BOS untuk madrasah. Menurut Ashraf, sebagai wakil warga ibukota, dia meminta pihak yang memiliki kewenangan memikirkan nasib para kepala sekolah, guru serta siswa di Madrasah.
Karena ini menyangkut nasib warga Jakarta serta kelangsungan kegiatan belajar mengajar di Madrasah, kami berharap Kanwil Kementerian Agama membantu agar dana BOS bisa segera dicairkan, tegasnya.
Nasib guru honor di Kemenag juga dikeluhkan pembaca Rakyat Merdeka melalui pesan singkat (SMS). Menurutnya, sudah empat bulan tunjangan sertifikasi belum cair, ditambah di sekolah sudah empat bulan tidak digaji dengan alasan sudah sertifikasi tanggung jawab sama dengan PNS.
Lengkap sudah derita guru honor Madrasah. Semoga para pejabat di Kemenag dibukakan mata hatinya, curhat SMS tersebut.
Pengelolaan Di Kemenag Jelek
Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Abdul Gafar Usman mendesak pemerintah segera mencairkan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) bagi sekolah Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) di Indonesia yang belum menerima sama sekali.
Menurutnya, dana BOS itu sangat ditunggu-tunggu pihak sekolah untuk menunjang proses kegiatan belajar mengajar guna meningkatkan kualitas pendidikan.
"Kita berharap kepada pemerintah, melalui Kemenag dan Kemenkeu kiranya dapat segera mencairkan, sehingga tidak mengganggu program atau kegiatan yang selama ini didanai dari BOS," ujarnya.
Menurut Gafar, tidak ada alasan bagi pemerintah menunda pencairan dana BOS dengan dalih administrasi dan perbedaan pendapat, sementara kebutuhan sekolah sudah sangat mendesak.
"Dana BOS itu bukan proyek, tapi database-nya sudah ada, anggarannya sudah pasti, objek dan subjek serta penunjukannya jelas. Tidak perlu ada perbedaan pendapat," tegas Gafar.
Dia berpendapat, jika persoalan ini dibiarkan berlarut-larut, maka bisa menimbulkan keresahan dan pandangan yang tidak baik terhadap pemerintah.
Apalagi, dana yang sama sudah dikucurkan ke sekolah SD, SMP oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk triwulan I.
"Di satu sisi, sekolah dilarang melakukan pungutan dan dituntut bagaimana meningkatkan kualitas pendidikan. Tapi di sisi lain, bantuan pemerintah untuk merealisasi itu sampai sekarang ternyata tersendat," tandasnya.
Sebelumnya, Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Sulistiyo mengungkapkan, sampai saat ini masih ada dana BOS yang belum cair, khususnya di lingkungan Kementerian Agama. Hal itu menyebabkan proses pembelajaran tersendat dan hak-hak guru tak terpenuhi.
"Di Madrasah, BOS tidak hanya untuk operasional, tapi juga untuk menggaji guru. Para guru sudah beberapa bulan tidak gajian," beber Sulistiyo.
Menurutnya, hal tersebut akan menjadi permasalahan serius. Sebab, MI dan MTs tidak diperkenankan memungut biaya dari pihak lain. Artinya, sumber dana mereka hanya berasal dari BOS.
Sulistiyo sangat menyayangkan hal itu, karena seharusnya saat ini sudah memasuki pencairan dana BOS triwulan kedua. Kementerian Agama, lanjutnya, harus meningkatkan tata kelola pendidikannya.
"Kalau memang dana BOS itu termasuk yang dibintangi (diberi tanda bintang), perlu koordinasi dengan DPR dan Kementerian Keuangan. Anggaran BOS itu seharusnya tidak boleh dibintangi. Menurut kami, ini terjadi karena pengelolaan di Kementerian Agama jelek," kritik anggota DPD ini.