Indonesia masih sangat membutuhkan tenaga kesehatan, salah satunya bidan. Bahkan saat BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Kesehatan mulai dilaksanakan pada Januari 2014, akan membutuhkan tenaga kesehatan dalam jumlah besar.
Terkait dengan hal itu, anggota Komisi IX DPR RI Rizki Sadiq mempertanyakan kebijakan Kementerian Kesehatan terkait nasib para bidan honorer yang masih berstatus pegawai tidak tetap walaupun mereka sudah lebih dari sembilan tahun bekerja. “Kebijakan Kemenkes mengenai masa tugas bidan honorer dapat mebuat bidan yang sudah mumpuni diputus dari pekerjaan di tengah jalan,” kata Rizki.
Pernyataan tersebut dia sampaikan saat rapat kerja Komisi IX dengan Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi dan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar di Gedung DPR RI.
Menurut politisi muda PAN itu, Indonesia sangat membutuhkan tenaga kesehatan, salah satunya bidan. Para bidan honorer merupakan ujung tombak pemerintah dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat desa, khususnya untuk ibu yang hamil dan akan melahirkan.
Jadi, ia menambahkan, tidak bisa dimengerti bila bidan yang sudah diterima masyarakat itu malah diganggu oleh peraturan menteri. “Mereka itu sebenarnya hanya meminta status sebagai PNS,” ujarnya seraya menambahkan, apabila persoalan beban fiskal menjadi kendala bagi pemerintah dalam mengangkat para bidan yang sudah lama mengabdi untuk menjadi PNS, hal itu masih dapat dibahas dan dicari solusinya.
“Dalam perbincangan dengan Komisi IX, para bidan yang profesional dan terlatih itu bahkan rela tidak digaji sementara. Bagi mereka yang penting status dulu,” tuturnya.
Dalam rapat sebelumnya, Komisi IX DPR berjanji akan memperjuangkan nasib para bidan yang masih berstatus pegawai tidak tetap agar diangkat menjadi PNS melalui jalur khusus.
Oleh karena itu, Komisi IX meminta Menteri Kesehatan untuk mencabut Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) N0.7 Tahun 2013 yang membatasi masa tugas bidan berstatus pegawai tidak tetap. “Pembatasan itu sama saja menyejajarkan para bidan profesional itu dengan buruh alih daya,” demikian Rizki Saadiq.