Siapa Caleg 2024 untuk DPR-RI/ DPD-RI/ DPRD Prov. dan DPRD Kab./Kota-mu? Cek di sini...

Berita Anggota Parlemen

DPR Pertanyakan Maraknya Jaksa Nakal

sumber berita , 20-06-2013

Komisi III DPR mempertanyakan soal maraknya jaksa nakal dalam menangani kasus di daerah. Bisa jadi para jaksa di daerah sudah terkontaminasi oleh kepentingan politik, sehingga tidak jarang terjadi kriminalisasi dalam menangani suatu kasus.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Golkar, Nudirman Munir, mengatakan, indikasi bahwa jaksa di daerah sudah terkontaminasi kepentingan politik itu dapat dilihat dari banyaknya kasus yang dipaksakan, bahkan seperti menjadi target.

"Banyak kriminalisasi perkara yang dilakukan oleh Kejaksaan di daerah," ujar Nudirman saat rapat dengar pendapat dengan Jaksa Agung dan jajarannya, di gedung DPR, Rabu (19/6).

Ia mencontohkan kasus yang terjadi di Medan, Sumatera Utara. Di daerah itu, ada pengusaha toko bangunan yang ditangkap dan langsung disangka korupsi. Nudirman khawatir di masa mendatang orang yang berjualan rokok di pinggir jalan pun dapat ditangkap dan dituduh korupsi.

Menanggapi tudingan itu, Jaksa Agung Basrief Arief dengan tegas membantah. Walau demikian, ia mengakui jika saat ini masih ada jaksa nakal di daerah.

"Kami minta agar bukti-buktinya segera disampaikan. Siapa yang dijadikan ATM? Saya suruh Jamwas (Jaksa Agung Muda Pengawasan) untuk turun, karena saat ini Jamwas sudah punya kewenangan menyidik para jaksa," ujar Basrief.

Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Hanura, Syarifuddin Sudding, menuding Kkejaksaan kerap menggantung seseorang yang sudah dijadikan tersangka dan dijadikan 'ATM'. Bahkan, katanya, setiap terjadi pergantian Kepala Kejaksaan Negeri, kasusnya bukan selesai, tetapi justru diulang lagi.

"Padahal sudah ada ketentuan bahwa penyidikan 120 hari dan pra penuntutan selama 27 hari. Kenapa ini tidak diterapkan?" ujar Ketua Fraksi Partai Hanura tersebut.

Sedangkan Bambang Soesatyo dari Fraksi Partai Golkar menimpali dengan mengatakan banyak jaksa yang 'nyambi' karena pendapatannya tidak memadai. Bahkan kalah dengan pendapatan yang diperoleh penyidik di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sehingga tidak tergoda untuk urusan rumah tangga.

Pada kesempatan itu, Martin Hutabarat dari Partai Gerindra juga menyampaikan keluhan soal persidangan bioremidiasi kasus PT Chevron Pasific Indonesia, khususnya menyangkut ahli yang justru tidak mengerti soal bioremediasi.

"Para alumni dari ITB dan IPB datang kepada kami dan menyampaikan bahwa sudah saatnya Kejaksaan memperhatikan pentingnya ahli dalam persidangan. Jangan orang yang tidak mengerti soal bioremediasi, tapi dihadirkan sebagai ahli oleh JPU," kata dia.

Diposting 20-06-2013.

Mereka dalam berita ini...

DPR-RI 2009 Sumatera Utara III
Partai: Gerindra

DPR-RI 2009 Sulawesi Tengah
Partai: Hanura

DPR-RI 2009 Sumatera Barat II
Partai: Golkar