Meskipun terlilit utang, PT Merpati Nusantara Airlines sebaiknya tidak dijual ke swasta. Dikhawatirkan penerbangan peritins di Indonesia bagian timur bakal mandek bila Merpati tak lagi beroperasi lantaran investor baru mungkin mengalihkan jalur penerbangannya ke rute lain.
"Masyarakat khususnya di Indonesia timur akan paling dirugikan. Karena selama ini mereka mendapatkan pelayanan penerbangan dari Merpati. Pihak swasta belum sepenuhnya bisa melakukan seperti Merpati," kata anggota Komisi V DPR Fary Djemi Francis kepada JurnalParlemen, Sabtu (13/7).
Bukan sekadar maskapai komersial, selama ini Merpati menjalani misi sosial dengan menyediakan penerbangan perintis ke daerah-daerah terpencil. Meskipun manajamennya jauh dari sempurna, maskapai ini terbukti andal sebagai penghubung antardaerah. Pemerintah mesti mempertimbangkan hal ini sebelum melego Merpati ke swasta.
Menurut Fary, utang adalah masalah klasik Merpati sejak dulu. DPR sudah memberikan banyak masukan untuk menyehatkan maskapai ini. Namun, kondisi Merpati belum juga membaik bahkan makin membebani keuangan negara.
"Sebenarnya masalahnya adalah manajemen atau direksi sekarang tidak mampu menjalankan rencana bisnis yang sudah disepakati DPR untuk menyehatkan Merpati. Solusinya, ganti saja manajemen sekarang dengan yang baru dan lebih kapabel. Jangan perusahaannya yang dijual," kata legislator asal Nusa Tenggara Timur ini.
Kamis (11/7), Meneg BUMN Dahlan Iskan mengatakan pemerintah akan menjual Merpati ke investor strategis demi menyelamatkan maskapai itu dari beban utang Rp 6 triliun. Opsi pelepasan saham terpaksa dilakukan karena pelaksanaan restrukturisasi Merpati tidak membuahkan hasil. Keputusan ini muncul dalam rapat pimpinan Kementerian BUMN di Kantor Menko Perekonomian.
Kementerian BUMN nampaknya sudah habis akal untuk merestrukturisasi Merpati. Berbagai opsi dari penyuntikan dana, pengurangan karyawan, pemindahan kantor pusat, dan sebagainya sudah dilakukan. Dana yang digelontorkan untuk restrukturisasi pun tak sedikit, Rp 560 miliar pada 2011. Sempat diusulkan untuk disuntik dana lagi sebesar Rp 250 miliar pada 2012, namun tidak terealisasi. Belakangan, tim restrukturisasi dibentuk tapi tak juga mampu mengembangkan perusahaan.