DPD Kembali Memprotes DPR

sumber berita , 16-07-2013

Mekanisme antara Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) sesungguhnya bukan masalah yang baru dan tiba-tiba.

Persoalan hubungan antara kedua lembaga masih tetap besar. Paling mendasar ialah mekanisme legislasi dan tindak lanjut keputusan DPD di DPR, termasuk hubungan korespondensi atau surat menyurat di antara alat kelengkapan mereka selama pembahasan sebuah RUU tertentu di alat kelengkapan DPR.

Konflik terbaru kedua lembaga negara ini ialah kasus undangan Panitia Khusus (Pansus) RUU Desa DPR kepada Komite I DPD, khususnya Tim Kerja (Timja) RUU Desa Komite I DPD, untuk menghadiri rapat kerja (raker) yang suratnya dilayangkan tiba-tiba atau mepet.

Koordinator Tim Litigasi DPD, yang juga Ketua Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) DPD merangkap anggota Komite I DPD, I Wayan Sudirta mengungkapkan protesnya atas sikap Pansus RUU Desa DPR, yang selalu tiba-tiba mengundang Komite I DPD untuk menghadiri raker.

“Kami menerima undangan dari Pansus RUU Desa untuk hadir jam 10.00 (WIB). Seringkali kita diperlakukan begini (oleh DPR). Saat-saat terakhir RUU Desa akan diputuskan, apakah bulan ini (Juni) atau Juli, barulah kita diundang. Tiba-tiba, saat-saat terakhir akan menjelang pengambilan keputusan,” katanya.

Ia menjelaskan, pasca-putusan MK ihwal konstitusionalitas hak dan/atau kewenangan DPD, pimpinan DPD menyurati pimpinan DPR untuk melaksanakan pertemuan konsultasi, sebagai tindak lanjut putusan MK.

Berikutnya, pimpinan DPD juga menyurati pimpinan DPR agar DPR melakukan moratorium (menarik) pembahasan RUU bidang tertentu, karena UU tersebut cacat hukum jika putusan MK tidak dilaksanakan.

“Pimpinan DPD meminta mereka menunda pembahasan RUU yang merupakan kepentingan daerah, ternyata surat Ketua DPD yang meminta penundaan itu tidak diperhatikan,” katanya.

“Pendirian kami, kita harus hadir. Kami akan melakukan protes secukupnya, kalau perlu sekeras-kerasnya. Mungkin kami akan digiring untuk tidak menerima mekanisme, lalu keluar ruangan. Setelah keluar, kami akan dihadapkan dengan desa-desa yang sedang membutuhkan jumlah anggaran (desa) tertentu. Karena ada persentase yang diperjuangkan, desa berkepentingan agar RUU ini secepatnya disahkan. Kami tetap harus datang, biarpun kondisinya begini,” lanjutnya menjelaskan.

RUU Desa yang sedang dibahas oleh Pansus RUU Desa DPR, sebelumnya sempat menjadi bahasan Komisi II DPR. Pembahasan RUU Desa diharapkan selesai dan disahkan menjadi undang-undang tahun 2013.

Baik Pansus, Pemerintah, maupun Komite I DPD menyetujui rancangan acara yang disiapkan, dilanjutkan pembahasan tingkat panitia kerja (panja), yang mencakup pembahasan daftar inventarisasi masalah (DIM).

Kemudian, pembahasan oleh Tim Perumus (Timus) dan Tim Sinkronisasi (Timsin) yang dilaporkan kembali ke Panja, serta dibawa ke raker Pansus yang agendanya ialah pengambilan keputusan dan penandatanganan naskah RUU.

Sebelum Timja RUU Desa meninggalkan ruangan, Abraham Liyanto (senator asal Nusa Tenggara Timur) selaku Ketua Timja RUU Kelautan, juga mengungkapkan protesnya atas perlakukan Ketua DPR ketika menghadiri workshop ‘UU Kelautan, suatu Keharusan untuk Membangun Negara Maritim’ yang diselenggarakan Dewan Kelautan Indonesia (DEKIN) di Hotel Mercure, Ancol, Jakarta, Senin (10/6), dalam rangka World Ocean Day 2013 sebagai rangkaian Hari Nusantara 2013.

Acara tersebut juga dihadiri Ketua DPR Marzuki Alie, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparek) Mari Elka Pangestu, Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo, Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Ignatius Mulyono, dan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Dewan Kelautan Indonesia Dedy Heryadi Sutisna, juga Gubernur Sulawesi Tengah Longki Djanggola karena puncak peringatan Hari Nusantara rencananya di Palu, Sulawesi Tengah, tanggal 13 Desember 2013.

“Hal yang sama terjadi juga. Saya mewakili Komite II DPD. RUU Kelautan menjadi kewajiban dan keharusan Komite II DPD,” kata Abraham menyinggung sikap pihaknya.

Dalam acara tersebut, Sharif berharap agar DPR segera mengesahkan RUU Kelautan yang kini di Baleg DPR karena sangat mendesak sebagai payung hukum bagi pengaturan yang terpadu di bidang kelautan dan perikanan.

“Tetapi Ketua DPR menyatakan bahwa pembahasan RUU terhambat oleh putusan MK: ‘Semestinya barang ini selesai di Baleg karena tinggal harmonisasi, tetapi terhambat oleh putusan MK.’ Saya protes, bahwa (putusan MK) ini bukan hambatan. Justru RUU usul inisiatif DPD ini sudah diserahkan sejak beberapa tahun yang lalu,” ujar Abraham, mengulangi ucapannya menanggapi sambutan Marzuki.

“Sekarang, semua stakeholders dianjurkan untuk menanyakan (lanjutan pembahasan RUU) kepada DPD,” katanya.

Dalam pidatonya yang berjudul ‘Urgensi UU Kelautan dan Agenda Pembangunan Negara Maritim’, Marzuki menyatakan, putusan MK mengenai diberikannya kewenangan DPD untuk membuat perundang-undangan belum ada petunjuk pelaksana (juklak) dan petunjuk teknis (juknis), sehingg menimbulkan kerancuan dan menghambat Baleg DPR dalam pembahasan RUU Kelautan.

Diposting 16-07-2013.

Mereka dalam berita ini...

I Wayan Sudirta

Anggota DPD-RI 2009-2014 Bali

Abraham Paul Liyanto

Anggota DPD-RI 2009-2014 Nusa Tenggara Timur