MPR: Penegak Hukum Harus Tegas

sumber berita , 14-08-2013

Ketua MPR Sidarto Danusubroto menegaskan bahwa penegak hukum harus tegas bertindak terhadap tindakan anarkis yang mengganggu keyakinan beragama. Tindakan merusak seperti sweeping dan pembakaran rumah ibadah itu merupakan pelanggaran pidana. Karenanya, polisi tidak membiarkan tindakan tersebut.

"Saya minta korps (Kepolisian) yang membesarkan saya untuk tegas menindak, sehingga ke depan saya harapkan tidak terjadi lagi," kata Sidarto usai menerima kunjungan delegasi Parlemen China di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (12/8). Ia juga menyesalkan adanya persyaratan bagi penganut Islam Syiah asal Sampang, Madura untuk bisa kembali ke kampung halamannya.

Sebab, kata Sidarto, Undang-undang Dasar 1945 Ayat 28 dan 29, Undang-undang HAM, dan Undang-undang tentang Konvensi Hak Sipil dan Politik yang diratifikasi, jelas mengatur pentingnya menghormati keyakinan beragama.

"Mereka lahir di situ, hak-haknya dicabut dan disuruh pindah, itu kurang manusiawi. Menurut saya, mereka harus kembali tanpa syarat apa pun," ujar Sidarto. Sementara itu, Politikus dan anggota DPR dari Partai Golkar, Nurul Arifin menyoroti tindakan kekerasan yang di lakukan oleh Ormas Front Pembela Islam (FPI) selama kurun waktu 1 bulan FPI yang melakukan tindak kekerasan di masyarakat sebanyak tiga kali yakni di Kendal, Makassar dan terakhir ini di Lamongan, Jawa Timur.

Melihat tiga kasus tersebut, menurut Nurul, jika Pemerintah bersungguh-sungguh ingin menegakkan hukum, seharusnya sudah 3 kali surat peringatan dilayangkan ke FPI untuk mengingatkan, bahwa tindakan kekerasan yang mereka lakukan melanggar UU Nomor 17/2013. Sehingga Ormas tersebut dapat diberi sanksi yakni, penghentian sementara aktivitas mereka.

Apalagi, dalam UU No.17 tahun 2013 ttg Ormas Bab XVII dari pasal 60-82 telah diatur secara rinci tentang tindakan apa yang harus diambil pemerintah maupun pemerintah daerah terhadap Ormas yang melakukan tindakan kekerasan dan melawan hukum.

Di pasal 61 mengatur jenis sanksi administratif yang bisa dijtuhkan kepada Ormas yang melanggar hukum, yakni, pertama peringatan tertulis, Penghentian bantuan dan/atau dana hibah, Penghentian sementara kegiatan. Selain itu terkahir, dan/atau Pencabutan surat keterangan terdaftar atau pencabutan status badan hukum.

Khususnya, di Pasal 62 mengatur tentang tiga jenis peringatan tertulis, yakni peringatan tertulis 1,2,3.

Lebih lanjut tutur dia, Jika masih juga melakukan pelanggaran, maka pasal 61 huruf (d) memberi mandat untuk membubarkan Ormas tersebut.

"Dengan melihat kekerasan FPI, maka pemerintah sudah harus menghentikan aktivitas ormas ini untuk sementara dan sambil melihat perkembangan," tegas Nurul.

Lanjut dia, jika masih beraktivitas apalagi melanggar hukum, maka bisa langsung dibubarkan. "Oleh karena itu kami menghimbau pemerintah untuk sungguh-sungguh dan konsisten menjalankan perintah UU," ucapnya.

Diposting 14-08-2013.

Mereka dalam berita ini...

Nurul Arifin

Anggota DPR-RI 2009-2014 Jawa Barat VII
Partai: Golkar

Sidarto Danusubroto

Anggota DPR-RI 2009-2014 Jawa Barat VIII
Partai: PDIP