Legislator: Perlu Relokasi Anggaran Agar Pembangunan Infrastruktur Efektif dan Efisien

Dalam RAPBN yang diajukan Presiden SBY pada Sidang Paripurna DPR RI belum lama ini, alokasi anggaran belanja pemerintah pusat untuk Kementerian Pekerjaan Umum (PU) direncanakan memperoleh anggaran sebesar Rp74,9 triliun. Jumlah ini lebih rendah Rp8,4 triliun atau 10,1 persen bila dibandingkan dengan APBNP tahun 2013 sebesar Rp83,3 triliun.

Sementara Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mendapat alokasi anggaran sebesar Rp39,2 triliun. Jumlah ini lebih tinggi Rp3,9 triliun atau 11,0 persen bila dibandingkan dengan APBNP tahun 2013 sebesar Rp35,3 triliun.

Pemerintah menggariskan langkah-langkah yang dilakukan dalam pembelanjaan RAPBN 2014 diantaranya dengan mempertajam alokasi belanja untuk mendukung pembangunan infrastruktur. Memang peringkat infrastruktur Indonesia masih rendah dibandingkan dengan negara lain.

Dari 100 negara yang disurvei World Economic Forum, Indonesia berada pada peringkat 78. Keadaan itu melemahkan daya saing untuk menarik investasi, dan infrastruktur yang buruk juga menyebabkan ekonomi biaya tinggi.

Kapoksi V Fraksi PKS Sigit Sosiantomo sepakat dan mengapresiasi langkah tersebut. Namun ia mengingatkan semestinya dilakukan evaluasi atas capaian hasil pembangunan apakah sebanding dengan besarnya alokasi anggaran yang digelontorkan pada tahun-tahun sebelumnya. “Evaluasi ini dilakukan agar pemberian alokasi anggaran tiap sektor atau sub sektor tidak sekedar mengikuti pola alokasi pada tahun sebelumnya tanpa melihat nilai manfaatnya,” ujarnya.

Sebagai contoh adalah capaian hasil dan alokasi anggaran pada infrastruktur perkeretaapian. Alokasi anggaran pada sektor ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan anggaran pada infrastruktur jalan. RAPBN 2014 untuk program pengelolaan dan penyelenggaraan transportasi perkeretaapian sebesar Rp13,1 triliun, tahun 2013 sebesar Rp9,4 triliun dan tahun 2012 sebesar Rp7,3 triliun.

Sedangkan RAPBN 2014 untuk program penyelengaraan jalan dialokasikan sebesar Rp37,1 triliun, tahun 2013 sebesar Rp38,8 triliun dan tahun 2012 sebesar Rp30 triliun. Berarti anggaran untuk infrastruktur kereta kira-kira baru seperempat hingga sepertiga dari anggaran infrastruktur jalan.

Analisa atas APBN 2012, dengan gelontoran dana besar ternyata pertambahan panjang jalan yang dibangun sangat minim. Dana besar tersebut diperkirakan 83% habis untuk konstruksi dan rekonstruksi jalan yang rusak ringan dan rusak berat yang panjangnya sekitar 5000 kilometer (13% dari panjang jalan nasional yang jumlahnya 38.500 kilometer), dan sisanya untuk pemeliharaan jalan yang sudah mantap.

Pengangkutan barang di Indonesia saat ini masih sangat tergantung terhadap jalan raya. Padahal pengangkutan barang dengan moda kereta api atau jalur rel lebih efisien. Data yang ada menunjukkan panjang keseluruhan jalur kereta api di Indonesia hanya sekitar 6 ribu kilometer, itu pun lebih dari 2 ribu kilometer sudah tidak beroperasi, sebagian besarnya adalah cabang yang dianggap tidak menguntungkan bila tetap dioperasikan. Seharusnya prasarana pengangkutan barang yang terbukti lebih efisien ini yang dikembangkan dengan porsi anggaran yang lebih memadai.

Banyak terjadi jalan yang cepat rusak akibat kendaraan yang lewat overloading (truk mengangkut tambang, kayu log). Hasil WIM (Weight In Motion) survey di banyak wilayah memperlihatkan gejala ini, dimana ditemukan muatan sumbu kendaraan yang melebihi batas dengan prosentase tinggi.

“Jadi, yang paling berpengaruh terhadap kerusakan jalan bukanlah jumlah total kendaraan yang lewat, namun jumlah kendaraan overload yang melintasinya. Sekali truk kombinasi lewat itu setara dengan 10 ribu kali kendaraan sedan lewat. Untuk formula single axle atau sumbu tunggal, bila beban (P) dinaikkan 2 kali lipat, nilai daya rusak akan naik menjadi 16 kali lipat. Berarti pelanggaran ketentuan batas muatan hingga 2 kali lipatnya (200 %) akan berakibat peningkatan daya rusak 16 kali lipat,” Sigit menjelaskan.

Truk-truk bermuatan lebih atau overloading memang banyak ditemui melintas di jaringan jalan nasional. Truk-truk tersebut roda belakangnya sedikit, tetapi bebannya besar sehingga daya rusaknya tinggi. Hal ini mengakibatkan jalan rusak meski penutupan lubang sudah berkali-kali dilakukan oleh tim pemeliharaan rutin karena lubang bisa muncul beberapa kali dalam satu bulan.

Jika kendaraan overload seperti ini dibiarkan terus melewati ruas jalan tanpa perubahan kebijakan, berapapun besarnya dana yang digelontorkan untuk pemeliharaan infrastruktur jalan hasilnya adalah jalan akan cepat rusak dan butuh biaya preservasi yang tinggi.

Artinya gelontoran dana besar pemeliharaan infrastruktur jalan tidak berdampak banyak pada lamanya kemantapan kondisi jalan. Bandingkan jika kebijakannya yang dirubah, yaitu dengan pembangunan dan penguatan jalan kereta sehingga distribusi barang dan jasa diarahkan dengan moda kereta. Dengan demikian tentu jalan nasional akan terbebas dari kendaraan overload, tentu melalui penegakan aturan muatan sumbu terberat.

Perlu perubahan radikal berupa prioritas pada peningkatan anggaran untuk perhubungan darat, perkeretaapian dan perhubungan laut. Jika alokasi anggaran pada sektor tersebut lebih besar, maka jaringan jalan kereta bertambah dan transportasi publik meningkat sehingga beban jalan berkurang karena adanya perpindahan moda ke angkutan berbasis rel dan laut.

“Dampaknya adalah kondisi jalan lebih terjaga kemantapannya karena faktor perusak utama sudah hilang. Selain itu tingkat pelayanan jalan pasti akan meningkat karena berkurangnya jumlah kendaraan berat yang karakternya mempunyai ekuivalensi mobil penumpang yang besar dengan kecepatan yang rendah. Biaya preservasi jalan juga akan berkurang,” pungkas Sigit.

Diposting 27-08-2013.

Dia dalam berita ini...

Sigit Sosiantomo

Anggota DPR-RI 2009-2014 Jawa Timur I
Partai: PKS