Ketua Dewan Perwakilan Daerah RI Irman Gusman menginginkan DPR segera mematuhi amar putusan Mahkamah Konstitusi yang mengisyaratkan pensejajaran legislasi sehingga cita-cita pemerataan pembangunan di Indonesia dapat lebih intensif.
Namun memasuki usianya yang sama dengan Indonesia merdeka atau 68 tahun dan DPR tidak kunjung menunjukkan itikad mematuhi putusan MK, Ketua DPD RI Irman Gusman pun menyindir DPR yang sedang nakal-nakalnya.
“DPR sekarang itu sedang nakal-nakalnya di umur yang hampir sama dengan kemerdekaan negara kita. Sedangkan DPD di tahun kesembilannya sedang jadi anak baik,” kata Irman saat melakukan sosialisasi putusan Mahkamah Konstitusi terkait kewenangan DPD di Fakultas Hukum, Universitas Hasanudin, Makassar.
Komentar Irman tersebut terkait kewenangan DPD yang sampai saat ini masih sangat terbatas meski MK telah memberikan kewenangan lembaga tersebut untuk terlibat dalam pembuatan undang-undang. DPR yang didominasi partai politik masih belum melaksanakan amanat MK agar DPD dikembalikan kewenangannya dalam pembuatan UU.
“DPD jika diberi ruang luas maka kualitas DPR tidak seperti sekarang yang seolah tanpa kontrol. Mereka tidak mau berbagi bersama DPD. Di DPR itu istilah tambah orang, kurang orang atau berlipatgandanya orang di sana sudah biasa,” kata dia.
Akan tetapi, mereka tidak pernah berbagi kewenangan legislasi. Irman menganggap pembuatan UU mengarah menuju kepentingan partai politik yang ada di fraksi-fraksi DPR. Namun, DPD sebagai penyalur aspirasi masyarakat daerah tidak terlibat mempengaruhi UU sehingga kepentingan daerah tidak tersalurkan.
Pada bagian lain, Irman menyanggah jika DPD ibarat macan ompong yang tidak bisa berbuat apa-apa di parlemen. “Kami bukan macan ompong. Kami kuat di parlemen tapi masih kalah kuat jika dibandingkan dengan DPR,” dalihnya seraya mengatakan pula bahwa DPD bukannya tidak mau galak. Setidaknya pimpinan DPD telah mencoba bertemu secara formal dengan DPR. Tiga kali mengirim surat tapi ternyata tidak ada respon positif hingga saat ini.
Padahal DPD hanya menginginkan langkah konkret DPR menaati amar putusan MK tentang pengembalian wewenang DPD sejak diputuskan pada Maret 2013. “Apabila DPD sejajar dan kuat sebagaimana DPR dan Pemerintah, upaya pemerataan pembangunan memiliki harapan cerah. Dampaknya pembangunan tidak hanya terpusat di Pulau Jawa dan Sumatra, tetapi ke seluruh daerah,” kata Irman Gusman.
Kedudukan Sejajar
DPD, DPR, dan Pemerintah memiliki kedudukan yang sama dalam pembentukan undang-undang. DPR melalui wakilnya dari partai politik lebih lekat kepada perjuangan mereka untuk menyalurkan aspirasi daerah pemilihannya sehingga mengesampingkan aspirasi daerah.
“Dapil itu dibentuk berdasarkan keterwakilan yang dihitung dari jumlah penduduk di suatu daerah. Maka, tidak mengherankan Pulau Jawa yang padat penduduknya memiliki wakil rakyat yang lebih banyak daripada kawasan lain misalkan Indonesia timur,” kata dia.
Pernyataan Irman bukan tanpa dasar karena sejatinya persebaran penduduk di Indonesia lebih banyak terkonsentrasi di Jawa dan Sumatra sehingga daerah dengan jumlah penduduk yang lebih jarang memiliki sedikit wakil penyalur aspirasi di parlemen.
“Dengan adanya DPD, dapat menjembatani aspirasi daerah berpenduduk jarang,” kata Irman.
Ia mencontohkan terdapat 90 orang wakil DPR dari Dapil Provinsi Jawa Barat dan memiliki empat orang wakil DPD. Sementara itu, di Sulawesi Barat jumlah wakil DPR tidak mencapai separuhnya dan empat orang wakil DPD.
“Setidaknya DPD bisa menjadi penyeimbang antara daerah padat penduduk dan daerah jarang penduduk. Jika tidak ada penyeimbang, siapa yang akan memperjuangkan aspirasi daerah,” katanya.
Menurut dia, kepentingan daerah-daerah dengan penduduk yang jarang cenderung dikalahkan aspirasinya oleh daerah berpenduduk yang lebih padat.