Soal Blok Mahakam, Pertamina Harus Ambil Alih Setelah 2017

Komisi VII DPR RI meminta Pemerintah menyerahkan pengelolaan Blok Mahakam, Kaltim, ke PT Pertamina (Persero) pascahabis kontrak dengan perusahaan asing asal Prancis, Total EP Indonesie pada 2017.

Wakil Ketua Komisi VII DPR Zainuddin Amali dari Fraksi Partai Golkar di Jakarta, mengatakan, sesuai dengan UUD 1945 Pasal 33, hak pengelolaan Blok Mahakam mesti diserahkan ke Pertamina. “Negara akan memperoleh keuntungan besar kalau dikelola oleh Pertamina,” katanya.

Sebaliknya, keuntungan negara menjadi tidak maksimal jika Mahakam tetap dikelola Total EP.

Menurut dia, Total sudah menikmati keuntungan hingga triliunan rupiah saat mengelola Blok Mahakam selama 50 tahun hingga 2017. Apalagi, penyerahan pengelolaan Mahakam ke Pertamina dilakukan setelah kontrak berakhir dan Pertamina juga sudah menyatakan mampu melanjutkan pengelolaannya sehingga tidak layak kalau diperpanjang lagi ke Total.

“Kontrak yang ada sekarang ini tetap harus dihormati sampai berakhir. Akan tetapi, setelah 2017, janganlah diperpanjang lagi. Kalau diperpanjang lagi ke Total, itu ‘kebangetan’,” ujarnya.

Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi PKS Muhammad Idris Lutfhi menambahkan bahwa Pemerintah harus menolak usulan masa transisi dengan skenario operator tetap dipegang Total EP. Apabila mau memakai opsi masa transisi, maka Pertaminalah yang harus menjadi operator dengan kepemilikan saham mayoritas, misalnya 70 persen.

Sementara itu, Total dan Inpex boleh ikut saat masa transisi pada periode 2017–2022 dengan total kepemilikan saham maksimal 30 persen. “Jangan dibalik,” katanya.

Secara resmi, Total sudah mengusulkan kepada Menteri ESDM Jero Wacik agar diberikan perpanjangan hak operator selama lima tahun masa transisi (2017-2022) dengan kepemilikan saham 35 persen. Sisa saham lainnya dimiliki Inpex Corporation 35 persen dan Pertamina hanya memperoleh 30 persen.

Lutfhi menambahkan bahwa Pemerintah sebaiknya memutuskan kelanjutan pengelolaan Mahakam pada tahun 2013. “Segera setelah ada keputusan tahun ini, tenaga kerja Pertamina bisa masuk mengelola sehingga saat 2017 peralihannya bisa berlangsung ‘smooth’ (mulus),” ujarnya.

Ia juga berharap Pemerintah mendengar suara para tokoh nasional, seperti mantan Wakil Presiden Try Sutrisno dan Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsuddin yang meminta Mahakam diserahkan ke Pertamina. “Jangan diabaikan suara mereka,” katanya.

Try Sutrisno mengatakan, kalau kontrak Mahakam diperpanjang lagi dengan alasan meragukan kemampuan Pertamina, sama saja merendahkan bangsa.

Selain Try dan Din, tergabung pula Ketua Majelis Ulama Indonesia Amidhan, anggota DPR RI Candra Tirta Wijaya dan Totok Daryanto, mantan Menkeu Fuad Bawazier, Mochtar Pabotinggi, Fahmi Idris, dan Romli Atmasasmita.

Di sisi lain, lanjut Lutfhi, semua pihak juga mesti mencermati kasus penyuapan Total EP di Iran.

Pada bulan Mei lalu, pihak berwenang AS menjatuhkan denda sekitar Rp4 triliun kepada Total karena menyuap pejabat Iran untuk mendapatkan ladang migas di negara Timur Tengah tersebut. Total EP Indonesie mengelola Mahakam dengan kepemilikan hak partisipasi 50 persen, sementara 50 persen sisanya dikuasai oleh Inpex asal Jepang.

Kontrak kerja sama Mahakam dengan Total akan berakhir pada tahun 2017 setelah berjalan 50 tahun. Kontrak pertama diteken 31 Maret 1967 dengan jangka waktu selama 30 tahun. Pada tanggal 31 Maret 1997 diperpanjang lagi selama 20 tahun dan akan berakhir 30 Maret 2017. Tingkat produksi Mahakam saat ini adalah minyak sekitar 65.000 barel per hari dan gas bumi 1.700 mmscfd.

Diposting 10-09-2013.

Mereka dalam berita ini...

Zainudin Amali

Anggota DPR-RI 2009-2014 Jawa Timur VI
Partai: Golkar

Muhammad Idris Luthfi

Anggota DPR-RI 2009-2014 Sumatera Utara I
Partai: PKS