Totok Daryanto Desak 100 % Gas Masela Untuk Penuhi Kebutuhan Dalam Negeri

Anggota Komisi VII DPR Totok Daryanto meminta pemerintah mengalokasikan seluruh produksi gas Blok Masela di Laut Arafura, Maluku untuk memenuhi kebutuhan domestik. Pemerintah jangan lagi berpikir gas untuk diekspor, tetapi mulai saat ini, seluruh gas hanya untuk dalam negeri.

Menurut politisi PAN itu, Komisi VII DPR akan memperjuangkan seluruh gas alam cair Masela untuk kepentingan domestik. “Ini sudah masalah politik, Kalau gas tetap diekspor, sementara domestik teriak kekurangan seperti ini, maka pemerintah makin tidak populer,” katanya.

Blok Masela dioperasikan perusahaan migas Jepang, Inpex Masela Ltd dengan rencana produksi 2,5 juta ton LNG per tahun mulai 2018-2019. Saat ini, alokasi gas tersebut masih dalam pembahasan.

Totok melanjutkan, jangan lagi pemerintah beralasan keekonomian lapangan maupun keterbatasan infrastruktur, sehingga gas diekspor. Alokasi gas ke dalam negeri akan memberikan dampak positif bagi perekonomian dan juga kemakmuran yang lebih besar dibandingkan ekspor.

Sejumlah keuntungan jika gas untuk domestik seperti mengurangi subsidi listrik adalah memenuhi kebutuhan pupuk untuk ketahanan pangan, harga produk manufaktur yang lebih murah, hingga menciptakan lapangan kerja.

Keuntungan besar itu bisa didapat karena harga gas yang jauh lebih murah dibandingkan minyak. “Dengan keuntungan yang besar itu pula membuat Jepang, Korea, dan Singapura mau mengimpor gas dengan harga tinggi. Jadi, kenapa kita malah mengekspornya,” katanya.

Totok juga mengatakan, pemerintah jangan semata membandingkan harga ekspor yang lebih tinggi dibandingkan domestik. Selain dampak perekonomian dan kemakmuran yang lebih besar, harga gas mesti dilihat selama 20 tahun.

Menurut dia, harga gas untuk domestik bisa dibuat rendah di awal, kemudian naik bertahap, sehingga tetap memenuhi keekonomian lapangan,” katanya.

Demikian pula untuk alasan ketersediaan infrastruktur. Mulai saat ini, pemerintah mesti mendorong pembangunan infrastruktur gas, sehingga ketika Masela berproduksi pada 2019, infrastruktur sudah tersedia.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (Iress) Marwan Batubara menilai, pemerintah tidak bisa mengacu Pasal 28 Ayat 6 PP Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi sebagai dasar perpanjangan kontrak Masela ke Inpex.

Pasalnya, saat awal eksplorasi, Inpex lebih mengutamakan investasi di negara lain seperti Australia ketimbang Indonesia. Akibatnya, proyek Masela melewati batas masa eksplorasi yang seharusnya maksimal 10 tahun, menjadi 12 tahun.

“Dengan demikian, pemerintah tidak bisa memakai pasal pengecualian (Pasal 28 Ayat 6) itu untuk Inpex. Keterlambatan proyek Masela akibat kesalahan mereka sendiri,” katanya. Pasal 28 Ayat 6 PP 35/2004 menyebutkan, jika telah terikat dengan kesepakatan jual beli gas, maka kontraktor dapat mengajukan perpanjangan kontrak lebih cepat dari 10 tahun.

Marwan menambahkan, saat ini, pemerintah mestinya mendorong Inpex segera merealisasikan proyek Masela dan bukan sibuk mencari celah hukum. “Kalau Inpex sudah produksi, baru layak mengajukan permohonan perpanjangan lebih cepat, itupun pemerintah tidak bisa serta-merta menyetujuinya. Jika sekarang diberikan, nanti akan molor lagi. Mana marwah negara kalau begitu?” ujarnya.

Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto juga mengatakan, pemerintah mesti meninggalkan paradigma lama alokasi gas. “Sekarang saatnya pemerintah lebih berorientasi domestik ketimbang ekspor,” katanya.

Menurut dia, saat ini, alokasi gas ke domestik memang sudah lebih banyak dibandingkan sebelumnya. Namun, kalau pemerintah mempunyai niat, sebenarnya alokasi gas domestik bisa jauh lebih besar dari saat ini.

Karenanya, ia meminta agar salah satu syarat perpanjangan kontrak atau pembahasan insentif adalah alokasi gas domestik minimal 40 persen.

Diposting 29-10-2013.

Dia dalam berita ini...

Totok Daryanto

Anggota DPR-RI 2009-2014 D. I. Yogyakarta
Partai: PAN