Komisi Hukum DPR berencana mengundang aparat Kepolisian untuk mengetahui lebih dalam kasus suap di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Hal ini dilakukan setelah polisi mencokok pejabat Bea Cukai dan seorang komisaris perusahaan. "Komisi akan mengawal agar kasus ini tuntas," kata Wakil Ketua Komisi Hukum DPR, Tjatur Sapto Edy, kepada Tempo, Rabu, 30 Oktober 2013.
Rencana ini dilakukan pada masa sidang November mendatang. "Karena sedang reses, maka bulan depan akan kami undang mereka," ucapnya. Menurut Tjatur, pihaknya sudah mendapat informasi soal suap-menyuap di Bea Cukai dan sudah pernah pula membahas bersama Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) maupun penegak hukum lainnya.
Pejabat yang dicokok itu adalah Kepala Subdirektorat Ekspor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Heru Sulastyono, di rumah mantan istrinya di Perumahan Alam Sutera, Tangerang Selatan, Banten.
Heru diduga menerima suap Rp 11,4 miliar dari Komisaris PT Tanjung Jati Utama, Yusran Arif, dalam bentuk polis asuransi yang dicairkan pada 2011-2012. Yusran juga memberi Heru sebuah Nissan Terano dan Ford Everest. Yusran ditangkap pada pagi harinya di rumahnya di Ciganjur, Jakarta Selatan.
Direktur Pidana Ekonomi dan Khusus Badan Reserse Kriminal Polri Brigadir Jenderal Arief Sulistyanto mengatakan Yusran diduga menyuap Heru untuk menghindari audit Kantor Bea Cukai. Ia kemudian melakukan buka tutup perusahaaan untuk menghindari audit.
Menurut sumber Tempo, pengusutan kasus ini berawal dari pelaporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) soal rekening gendut Heru. Selama periode 2009- 2012, kata dia, PPATK mencatat transaksi di rekening Heru mencapai Rp 60 miliar, termasuk dari Tanjung Jati Utama.
Atas penangkapan tersebut, Tjatur menyatakan apresiasinya. "Saya sampaikan apresiasi kepada polisi yang sudah menindak lanjuti laporan PPATK," kata dia.