Perjuangkan Masela, Edison Betaubun Sebut Daerah Tidak Pernah Berbicara

Anggota DPR RI asal Maluku, Edison Betaubun, mengaku tidak pernah diberitahu pemprov setempat untuk ikut memperjuangkan participating interest (PI) 10 persen pengelolaan blok migas Masela.

“Saya tidak pernah diberitahu tentang perjuangan memperoleh PI 10 persen yang merupakan hak Maluku dalam pengelolaan Blok Masela, padahal masalah ini sudah diperjuangkan ke Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) selama tiga tahun terakhir,” kata Edison Betaubun.

Edison yang juga anggota Komisi XI DPR RI itu menegaskan bahwa banyak masalah yang diperjuangkan sendiri oleh pemerintah provinsi tanpa melibatkan perwakilannya yang duduk sebagai anggota DPR-RI maupun Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

“Seharusnya setiap persoalan atau pembangunan yang diperjuangkan disampaikan kepada anggota DPR-RI asal daerah pemilihan Maluku maupun DPD, sehingga kami mengetahuinya dan ikut memperjuangkannya,” katanya.

Menyangkut masalah PI 10 persen yang hingga saat ini belum memperoleh kejelasan, Edison mengatakan akan mengeceknya ke Kementerian ESDM. “PI 10 persen Blok Masela merupakan hak mutlak pemprov dan masyarakat Maluku dan harus segera direalisasikan demi peningkatkan kesejahteraan masyarakat dan optimalisasi pembangunan daerah ini,” katanya.

Dia berharap pemerintah Pusat tidak setengah hati dalam mengalokasikan program anggaran pembangunan di Maluku, mengingat tantangan yang dihadapi sangat besar karena diperhadapkan dengan geografis wilayah yang 93 persennya merupakan lautan.

Sebelumnya Wakil Ketua Komisi VII DPR Achmad Farial beberapa waktu lalu juga meminta ketegasan pemerintah Pusat, khususnya Kementerian ESDM, untuk memutuskan masalah PI 10 persen Proyek Lapangan Minyak dan Gas (Migas) Abadi di Blok Masela menjadi milik Maluku.

Seharusnya sesuai rencana pengembangan (plan of development/POD), Inpex Ltd selaku operator seharusnya sudah memasuki proses eksploitasi. Namun, hingga saat ini belum dapat dilakukan karena terhambat silang sengketa soal pemegang hak kepesertaan dalam pengelolaan lapangan migas.

Menurut Achmad, kementerian ESDM selaku perwakilan pemerintah pusat tampaknya berupaya mencegah agar 10 persen saham proyek ini tidak jatuh ke tangan Pemerintah Provinsi Maluku, dan hal ini bertentangan dengan upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah.

“Yang kita tunggu sikap ketegasan dari pemerintah pusat. Jangan biarkan masalah ini menggantung. Jangan bikin masalah berlarut-larut dan serba tidak jelas,” katanya.

Ia menyatakan pemerintah pusat harus tegas memutuskan PI 10 persen Blok Masela milik Maluku. “Putuskan saja untuk Maluku, kan selesai. Kalau menggantung seperti saat ini dan tidak jelas pemegang PI-nya, masyarakat bisa curiga,” kata Wakil Ketua Komisi VII DPR itu.

Menurut dia, berdasarkan peraturan dan perundang-undangan yang ada, pemerintah daerah di wilayah kerja lapangan migas memang berhak mendapat bagian atas kepemilikan saham. Artinya, PI sebesar 10 persen saham memang diserahkan untuk pemerintah daerah. Masalah ini diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2004.

“Tinggal laksanakan dan putuskan saja daripada proyek ini berlarut-larut dan akhirnya proyek eksploitasi terhambat. Pemerintah harus bersikap lebih bijak dan tidak terkesan mengutamakan kepentingan sendiri serta berpatokan bahwa lokasi Blok Masela memang di Maluku,” tuturnya.

Masalah lainnya, kata Achmad Farial, Inpex Ltd selaku operator juga meminta pepanjangan konsesi Blok Masela hingga 2048, padahal kontraknya baru akan berakhir pada 2028.

Perusahaan tersebut beralasan mengajukan perpanjangan kontrak jauh-jauh hari, padahal jadwal produksinya diperkirakan baru akan dimulai pada tahun 2018, dikarenakan kekhawatiran investasi yang dikucurkan tidak akan kembali dalam kurun waktu 10 tahun sejak produksi hingga akhir kontrak di 2028.

Sesuai Pasal 28 Ayat 5 Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, perpanjangan kontrak hanya boleh diajukan paling cepat 10 tahun, sementara kontrak kerja sama Blok Masela antara pemerintah dan Inpex yang ditandatangani pada 1998 akan berakhir pada 2028 atau masih 15 tahun lagi.

Diposting 31-10-2013.

Mereka dalam berita ini...

Edison Betaubun

Anggota DPR-RI 2009-2014 Maluku
Partai: Golkar

Achmad Farial

Anggota DPR-RI 2009-2014 Jawa Barat V
Partai: PPP