Meski sudah dipenjara, sejumlah anggota DPR yang menjadi terpidana kasus korupsi masih menerima dana pensiun. Antara lain mantan Bendahara Umum DPP Partai Demokrat M Nazaruddin yang sudah divonis terlibat dalam kasus suap proyek wisma atlet.
"Pak Nazaruddin, kan, mengundurkan diri," kata Ketua Badan Kehormatan (BK) DPR Fraksi PDIP, Trimedya Panjaitan, di Jakarta, Rabu. Menurut dia, jika tidak mundur sebelum vonis dijatuhkan, maka Nazaruddin tidak mendapatkan uang pensiunan. "Kalau diberhentikan dengan tidak hormat, maka dia tidak mendapat apa-apa," katanya lagi.
Mantan anggota DPR yang menjadi terpidana lain, seperti Angelina Sondakh, yang juga terlibat dalam kasus wisma atlet, juga mengundurkan diri dan tetap memperoleh gaji DPR.
"Kalau untuk Angie, dia kan masih menunggu kasasi," kata Trimedya. Tapi, Trimedya mengaku tidak tahu besaran pensiunan yang mereka terima.
Trimedya menjelaskan, uang pensiun diatur dalam UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3). Aturan itu mengatur susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD. "Kita tetap tunduk pada aturan," katanya.
Menurut Trimedya, UU MD3 rencananya akan direvisi. Namun, sampai saat ini aturan yang ada di UU itu masih berlaku. "Pembentukan UU kenapa dibuat seperti itu, karena dalam hal ini ada tiga tinjauan: sosiologis, yuridis, dan filosofis," kata Trimedya.
Aturan mengenai uang pensiun bagi anggota DPR, menurut Trimedya, hanya berlaku kepada anggota DPR yang mengakhiri jabatan dengan terhormat atau mundur. "Kalau sudah mengundurkan diri, mendapat pensiun. Kalau dia diberhentikan dengan tidak hormat, tidak mendapat apa-apa," ucapnya.
Lalu berapa besaran uang pensiun bagi anggota DPR, Trimedya menjelaskan, cuma gaji pokok. Menurut dia, gaji pokok anggota DPR berkisar Rp 5-8 juta rupiah. "Ya, menurut saya, ini fair lah karena mereka berjasa," katanya.
Meski demikian, UU MD3 tidak mendetail mengatur hal tersebut. Pasal 198 UU MD3 memang mengatur hak keuangan dan administratif bagi anggota DPR. Hak keuangan dan administratif pimpinan dan anggota DPR disusun oleh pimpinan DPR dan diatur sesuai ketentuan perundang-undangan.
Pasal 219 UU MD3 hanya mengatur tentang aturan bagi anggota DPR yang diberhentikan sementara. Ayat 1 Pasal 219 UU MD3 mengatur anggota DPR dapat diberhentikan sementara karena menjadi terdakwa dengan ancaman pidana penjara 5 tahun atau lebih (huruf a) dan menjadi terdakwa dalam tindak pidana khusus. "Anggota DPR yang diberhentikan mendapatkan hak keuangan tertentu," demikian bunyi ayat 4 pasal tersebut.
Berdasarkan aturan penjelasan, yang dimaksud dengan "hak keuangan tertentu" adalah hak keuangan yang meliputi gaji pokok, tunjangan keluarga, tunjangan pangan, tunjangan jabatan, dan uang paket. Namun, dalam UU itu tidak diatur berapa besaran hak keuangan bagi anggota DPR yang masih aktif, nonaktif, mundur, menjadi tersangka, terdakwa, maupun terpidana.
Ternyata pensiun untuk anggota DPR diatur dalam ketentuan kepegawaian. "Itu diatur dalam ketentuan kepegawaian, bukan di MD3," kata Wakil Ketua BK DPR Siswono Yudohusodo.
Uang pensiun M Nazaruddin dinilai cukup besar. "Untuk anggota DPR periode 2004-2009 yang tidak terpilih lagi itu Rp 2 jutaan. Untuk yang sekarang ya tidak beda jauh lah," kata anggota Komisi III DPR dari PDIP Eva Kusuma Sundari, di Jakarta, Rabu (6/11).
Menurut Eva, uang pensiun anggota DPR tidak penuh gaji pokok. Gaji pokok anggota DPR, menurut Trimedya Panjaitan, berkisar Rp 5-8 juta rupiah. "Jadi hanya sekian persen gaji pokok, itu diatur di standar pensiun pejabat negara," kata Eva.
Menurut Wakil Ketua BK DPR Siswono Yudohusodo, Nazaruddin dan 6 anggota DPR lainnya memanfaatkan celah di aturan pensiun anggota DPR sehingga mereka bisa merasakan uang pensiun meski menjadi terpidana korupsi. "Ya, itu Nazaruddin, Wa Ode, dan seterusnya. Nggak enak saya menyebutnya," ucap Siswono.
Politikus senior Partai Golkar itu menilai, Nazaruddin dan anggota DPR lain yang terjerat korupsi menyiasati aturan pensiun DPR yang masih longgar. "Orang menyiasati hukum kan seperti itu," katanya, di Jakarta, Rabu (6/11).
UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang UU M3 yang masih berlubang juga harus direvisi. Kalau tidak, maka akan makin banyak koruptor yang mendapat uang pensiun dari DPR. "Mesti diatur di MD3, semisal mereka yang mengundurkan diri, tapi kemudian melakukan pelanggaran etik berat, tidak dapat uang pensiun. Revisi UU MD3 sedang dalam proses." katanya.
Akal-akalan itu sering membuat pusing BK DPR. Ada 7 anggota DPR yang seperti Nazaruddin, yakni mundur pada saat terakhir sebelum vonis pengadilan sehingga bisa mendapatkan uang pensiun.
"Sampai hari ini ada 7 anggota DPR yang waktu itu sedang diproses BK, tapi yang bersangkutan mengundurkan diri terlebih dahulu," katanya.