Tembakau rakyat merupakan salah satu tanaman semusim yang mempunyai kaitan erat dengan perkembangan industri rokok di Indonesia. Hasil produksi tembakau rakyat ini merupakan bahan baku industri rokok kretek dan rokok putih (sigaret) dan Dari industri rokok ini sumbangan yang sangat besar bagi devisa negara terus mengalir.
Untuk Jawa Barat, Kabupaten Garut telah lama dikenal sebagai daerah penghasil tembakau terbesar di provinsi tersebut. Berdasarkan data yang ada pada 2012, luas baku lahan tembakau di Garut mencapai 4.095 hektare yang tersebar di 26 dari 42 kecamatan yang ada di Kabupaten Garut. Meningkat dibandingkan 2011 (4.069 hektare), 2010 (3.953 hektare), dan 2009 (3.509 hektare).
Sementara produksi bahan mentah tembakau mencapai sebanyak 34.779 ton. Naik dibandingkan 2011 (34.586 ton), 2010 (33.060 ton), dan 2009 (29.830 ton). Sedangkan hasil olahan mencapai sebanyak 3.507 ton. Naik dibandingkan 2011 (3.480 ton), 2010 (3.322 ton), dan 2009 (2.083 ton). Rata-rata produksi tembakau pada 2012 mencapai sebanyak 0,86 ton per hektare. Sama dengan 2011. Namun naik dibandingkan 2010, dan 2009 yang mencapai 0,85 ton per hektare.
Menurut anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PAN A Muhajir, perkembangan budi daya tembakau di Kabupaten Garut mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, baik dalam perluasan lahan tanam maupun produksi tembakaunya.
Sayangnya, Muhajir yang juga legislator dari dapil Jabar XI (meliputi Garut dan Tasikmalaya) menambahkan, masih banyak kendala menghadang pengembangan maupun pemasaran tembakau produksi para petani Garut.
Dia mencontohkan teknik budi daya tembakau yang dilakukan petani di Garut masih belum sepenuhnya sesuai aturan. Kebanyakan petani hingga kini masih menggunakan benih bercampur. Dalam satu hamparan bisa terjadi penanaman benih tembakau lebih dari satu varietas sehingga berakibat tingkat produksi tembakau rendah.
“Selain teknik budi daya dan penggunaan benih bermutu belum sepenuhnya sesuai aturan, sistem tata niaga tembakau di Garut juga belum ke arah kemitraan saling menguntungkan. Kebanyakan sistem pasar dikuasai para tengkulak,” ujar Muhajir.
Padahal, masih kata Muhajir, jumlah petani tembakau di Garut terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2012 terdapat sebanyak 10.645 petani pemilik, meningkat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, yakni 2011 (10.388 orang), 2010 (9.795 orang), dan 2009 (6.413 orang). Jumlah kelompok tani pada 2012 naik menjadi sebanyak 177 kelompok dibandingkan 2010 (143 kelompok) maupun 2009 (114 kelompok). Satu kelompok tani biasanya terdiri atas 30-40 petani.
Bangun Kemitraan
Lebih lanjut Muhajir menuturkan bahwa kemitraan yang terbangun diantara petani dengan pabrik rokok juga belum berjalan maksimal sehingga pendapatan petani masih rendah dan otomatis pula kesejahteraan mereka sulit meningkat.
Salah satu persoalan terkait buruknya kemitraan dengan pabrik rokok sebagai konsumen tembakau para petani itu adalah para petani kurang mendapatkan informasi tentang kebutuhan industri rokok. “Pada saat yang sama, manajemen pembelian tembakau oleh beberapa industri juga memberi peluang para spekulan memanfaatkan situasi tersebut sehingga merugikan petani mitra,” katanya.
Untuk membangun kemitraan yang lebih baik dimasa-masa mendatang, Muhajir mendorong pemerintah untuk lebih banyak berperan memfasilitasi petani dan koperasi tembakau di Jabar melalui forum-forum temu bisnis. “Pertemukan koperasi tembakau ini dengan pengusaha besar atau pabrik rokok dalam hal pengadaan bahan baku. Dengan demikian sinergi yang terbangun bisa lebih ditingkatkan,” katanya.
Selama ini tembakau produksi petani Garut dipasarkan antara lain berupa mole (hasil rajangan untuk bahan rokok), tembakau guntingan, tembakau krosok atau dikeringkan, dan tembakau hitam.