Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) diingatkan untuk menindak tegas pelaku penyalahgunaan frekunsi milik publik oleh lembaga penyiaran swasta yang terafiliasi dengan partai politik tertentu.
Hal itu ditegaskan Sekjen PPP, Romahurmuzi kepada wartawan di Jakarta menyikapi banyak tampilnya tokoh partai politik yang maju sebagai capres di media televisi.
"Sampai saat ini belum ada tindakan dari KPI. Itu melanggar UU No 31/ 2002 tentang Penyiaran," ujar Romy.
Paling tidak, tegas Romahurmuzi, KPI memberikan teguran kepada lembaga penyiaran swasta yang menggunakan frekuensi milik publik untuk kepentingan-kepentingan partai politik atau elit politik. PPP ujarnya, berharap KPI segera menerapkan aturan perundangan yang ada.
Selain tidak fair untuk partai politik, katanya, hal itu juga melanggar aturan frekuensi milik publik. Dalam Diktum UU No 31/2002 tentang Penyiaran disebutkan bahwa frekuensi adalah sumber daya terbatas dan penggunaannya untuk kepentingan publik.
"Jelas kalau frekuensi digunakan untuk kepentingan tertentu di luar kepentingan publik terutama untuk kepentingan parpol atau capres tertentu ini jelas ada pelanggaran dan harus ada tindakan," tegasnya.
Romy mengatakan adalah hak asasi masyarakat yang menjadi pemersa televisi untuk bisa mendapatkan tayangan yang tidqk dikekang oleh pemilik lembaga penyiaran swasta. Namun yang terjadi katanya, justru pelanggaran dan pemirsa seperti dikekang oleh para pemilik televisi.
"Partai politik yang tidak terafiliasi dengan pemilik sangat dirugikan padahal seharusnya setiap parpol memiliki hak yang sama sebagai bagian pendidikan politik kepada masyarakat," ujarnya.