Untuk mencegah terjadinya praktek monopoli di sektor telekomunikasi, proses merger dua operator yakni XL Axiata dengan PT Axis Telekom harus mendapat pengawasan ketat Komisi I DPR RI. Pengawasan itu perlu dilakukan agar merger sesuai dengan aturan yang berlaku.
Menurut anggota Komisi I DPR RI Chandra Tirta Wijaya, salah satu persoalan penting yang mengganjal proses merger XL-Axis itu adalah persoalan frekuensi. Sementara XL merupakan pemain telekomunikasi yang perlu diawasi sekaligus dibatasi terkait aksi korporasi mereka berupa merger supaya tidak timbul monopoli.
“Jadi seharusnya frekuensi dikembalikan ke negara untuk dilakukan lelang frekuensi tersebut. Kalau ada perusahaan yang tidak mampu, terlebih dahulu dikembalikan ke negara, baru setelah itu dilakukan kontes atau lelang,” katanya.
Oleh karena itu, politisi PAN itu mempertanyakan transparansi pengambilan keputusan di Kementerian Komunikasi dan Informatika yang tiba-tiba menyetujui merger itu meskipun Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) bertolak belakang sikapnya dengan Kemenkominfo.
Selain itu, lembaga lain seperti KPK, dapat pula bertindak demi mencegah terjadinya kerugian negara karena merger dua operator itu dalam prosesnya banyak ditemukan kejanggalan dan tidak menutup kemungkinan adanya praktek gratifikasi kepada penyelenggaran negara.
Mantan Ketua Majelis KPPU, Bambang Purnomo Adiwiyoto, mengatakan, ada persoalan yang masih mengganjal dalam aksi korporasi tersebut, diantaranya prosedur hukum khusus akuisisi perusahaan telekomunikasi masih belum ada, lantaran didalamnya ada pengalihan spektrum frekuensi.
Berdasarkan PP No. 53 Pasal 25 ayat 1, izin frekuensi tak bisa dipindahtangankan. Namun dalam PP No. 53 Pasal 25 ayat 2 disebutkan pemindahtanganan frekuensi dibolehkan atas izin menteri. Oleh karena itu, seharusnya frekuensi Axis terlebih dahulu dikembalikan ke pemerintah sebagai pemilik frekuensi.
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) telah memastikan proses akuisisi XL-Axis bisa segera berlangsung tahun ini. Bila tak terlaksana, negara bisa terancam rugi Rp 1 triliun. “Sebentar lagi akan kami putuskan. Karena kalau tahun ini XL-Axis tidak merger, negara rugi Rp 1 triliun. Sebab Axis bangkrut,” kata Menkominfo Tifatul Sembiring.
Menurut Tifatul, Axis sudah menyatakan kepada pemerintah telah bangkrut sehingga tak sanggup membayar biaya hak penggunaan (BHP) frekuensi yang dimilikinya. Ia berharap adanya aksi ini membuat biaya BNP Axis bisa XL tanggung. “Kalau merger tahun ini, XL bisa tackle (menangani) kewajiban BHP Axis,” ucapnya.