Golkar tak mengkhawatirkan langkah sejumlah anggota DPRD Provinsi Banten yang mengusulkan hak angket untuk memakzulkan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah. Partai berlambang beringin itu menganggap wacana semacam itu telah biasa.
“Itu biasa saja, sudah sering terjadi,” kata Ketua Dewan Pimpinan Pusat Golkar Priyo Budi Santoso di Gedung DPR RI, Jakarta, Jumat 3 Januari 2014.
Priyo berharap DPRD Banten bersabar menunggu proses hukum Atut yang kini menjadi tersangka dan ditahan KPK dalam kasus suap sengketa pengurusan Pilkada Lebak, Banten, di Mahkamah Konstitusi. Atut bersama adiknya, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan, diduga bersama-sama menyuap mantan Ketua MK Akil Mochtar.
Golkar menilai tak perlu tergesa-gesa melengserkan Atut dengan cara-cara tak lazim seperti pemakzulan, sebab Atut dengan sendirinya akan nonaktif dari jabatan gubernurnya jika telah ditetapkan sebagai terdakwa.
“Hak angket DPRD (untuk makzulkan Atut) kan lama. Prosesnya sampai ke pleno dan penyidikan. Proses di KPK kan lebih cepat daripada DPRD. Selama ini tidak ada yang bisa menandingi KPK,” ujar Priyo.
Golkar sendiri tak memberikan instruksi khusus kepada kadernya di DPRD Banten, sebab telah menyerahkan proses hukum ke KPK. “Mereka (fraksi lain di DPRD) hanya lakukan kredit poin, tetapi lupa itu (Atut) sudah diproses hukum. Kalau tidak ada proses hukum, baru sahih hak angketnya,” kata Priyo.
Wacana penggunaan hak angket untuk memakzulkan Atut digagas oleh Ketua Komisi I DPRD Provinsi Banten, Agus Wisas. “Hak angket ini sebagai pendidikan politik bagi masyarakat Banten, bahwa tidak semua anggota DPRD dibeli penguasa. Ini bukti DPRD ingin pemerintah bersih dari korupsi,” kata Agus.
Politisi PDI Perjuangan itu akan menggalang dukungan dari anggota DPRD Banten lainnya untuk memberikan tanda tangan sebagai bentuk dukungan pemakzulan Atut. Hak angket bisa terwujud apabila disetujui minimal 15 anggota DPRD Banten atau setidaknya ditandatangani dua fraksi. Seperti diketahui, Fraksi PPP juga menyetujui hak angket untuk melengserkan Atut.