Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PKS Zuber Safawi mendesak pemerintah pusat ikut mengevaluasi kasus pembuangan pasien oleh pihak Rumah Sakit Umum Daerah Dadi Tjokrodipo, Lampung pada 22 Januari silam. Tindakan tak manusiawi itu disinyalir adalah tindakan yang disengaja dan terstruktur oleh pejabat yang berkepentingan di lingkungan rumah sakit.
“Kita patut malu dengan gembar-gembor soal Jaminan Kesehatan Nasional, kenyataannya malah ada pasien tak mampu yang dibuang di pinggir jalan hingga meninggal,” ujar Zuber seraya menegaskan pihaknya mendukung pengusutan hingga pejabat paling tinggi di RS tersebut untuk bertanggungjawab.
Ia menduga adanya hubungan sebab-akibat dari proses migrasi program jaminan kesehatan daerah (Jamkesda) yang dikelola pemerintah daerah menjadi program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang kini dikelola BPJS Kesehatan. Proses migrasi tersebut menyebabkan kebingungan sistem penanganan pasien di tingkat rumah sakit (PPK), terutama bagi pasien miskin siapa yang harus menanggung perawatannya. “Akhirnya, masyarakat jadi korban,” tutur dia.
Masalahnya, bila seseorang akan menjalani perawatan di RS, harus lewat administrasi berbelit. Bila si pasien miskin, maka akan diminta menunjukkan kartu Jamkesda/Jamkesmas, karena kartu JKN belum terbit. Bila kartu yang diminta tak ada, maka si pasien harus didaftarkan terlebih dahulu ke Dinas Kesehatan setempat dilampiri surat keterangan miskin dari kelurahan dia tinggal.
Kasus yang terjadi pada almarhum kakek Suparman (64 tahun) tersebut adalah tidak diketahui keluarganya, dan ternyata dalam kondisi sakit jiwa, jadi tidak ada yang mengurus. Dalam kasus ini, negara seharusnya mengambil alih dengan melakukan pendampingan hingga perawatan dan rehabilitasi. “Kasus ini bisa jadi sangat banyak terjadi, hanya saja tidak terpublikasi,” sesal Zuber.
Padahal menurut ketentuan Undang-Undang, pengemis, gelandangan, dan anak terlantar yang tanpa identitas sekalipun dijamin oleh Jamkesmas atau kini sebagai Penerima Bantuan Iuran (PBI) dalam program JKN.
Zuber menganalisa beberapa faktor kesalahan sistem atau manusia bisa jadi penyebab. Pertama, program JKN dan migrasi JKN dari Jamkesda/Jamkesmas tidak tersosialisasi dengan baik kepada pihak PPK (puskesmas, klinik, dan rumah sakit).
Kedua, rumitnya masalah dalam proses migrasi tersebut menimbulkan kecemasan baru, terutama soal siapa yang akan menanggung beban pembiayaan pengobatan selama proses migrasi. Ketiga, kompetensi SDM di PPK yang berbeda-beda, sehingga butuh proses untuk mempelajari sistem baru (misal: sistem kapitasi dan INA-CBG’s). dan Keempat, memang terjadi moral hazard (kejahatan kemanusiaan) di lingkungan rumah sakit tersebut.
Karena itu, Kementerian Kesehatan sebagai wakil Negara yang mengurusi pelayanan kesehatan masyarakat serta BPJS Kesehatan yang bertugas menjamin peserta JKN mendapatkan benefit yang seharusnya, harus turun ke bawah mengatasi setiap permasalahan JKN. “Era JKN menandakan tidak ada lagi masyarakat yang ditolak oleh RS, bukan malah membuat prosedur baru,” katanya.
Sebelumnya, Kepolisian Resort Kota (Polresta) Bandar Lampung, terus mengusut kasus pembuangan pasien lanjut usia (lansia), Suparman pada 21 Januari lalu, hingga meninggal. Menurut kesaksian warga, sang kakek berusia 64 tahun itu diturunkan begitu saja di pinggir jalan dari sebuah ambulan berplat merah milik Dinkes Lampung. Setelah enam tersangka diringkus, polisi akan membidik pejabat yang memerintahkan pembuang pasien lansia di jalanan tersebut.