Muhajir Dorong Revisi UU BUMN Segera Direalisasi

Berita Dewan, 20-02-2014

Keberadaan UU Nomor 19 tahun 2003 tentang BUMN dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum dan perekonomian yang semakin pesat, baik secara nasional maupun internasional. Berbagai persoalan terkait pengelolaan BUMN ini pun terus menghampiri sehingga diperlukan satu wadah peraturan perundang-undangan yang lebih komprehensif menjawab semua persoalan itu.

Menurut anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PAN A Muhajir, revisi atas UU Nomor 19/2003 tentang BUMN sesungguhnya bisa menjadi salah satu solusi yang bisa disodorkan DPR periode 2009-2014 untuk menjawab persoalan-persoalan seputar BUMN itu. “Revisi UU BUMN ini sudah masuk dalam daftar Prolegnas dan seharusnya jadi prioritas untuk dituntaskan,” ujar Muhajir yang juga anggota Baleg DPR RI itu.

Lebih lanjut Muhajir menjelaskan sejumlah substansi persoalan yang harus dituntaskan dalam RUU BUMN ini, diantaranya tentang konsep kekayaan negara yang dipisahkan yang saat ini banyak menimbulkan multitafsir, sinergi BUMN yang belum sepenuhnya diatur dalam UU tersebut, sumber penyertaan modal negara terhadap BUMN hingga penegasan piutang BUMN bukan piutang negara.

selain itu, juga masalah tentang bagaimana rumusan pengertian persero, istilah privatisasi yang bertolak belakang dengan istilah pasar modal go private dan maksud serta tujuan pendirian BUMN.

Soal wacana pemisahan aset BUMN dari kekayaan negara, legislator dari dapil Jabar XI (meliputi Garut dan Tasikmalaya) dan kembali mencalonkan diri dari dapil yang sama pada 2014 itu menegaskan bahwa pemisahan demikian itu sangat tidak tepat. “Jelas dong aset BUMN itu adalah aset negara, terutama perusahaan yang seluruh modalnya seratus persen berasal dari negara melalui mekanisme Penyertaan Modal Negara (PMN),” ujarnya.

Frasa kekayaan negara yang dipisahkan tidak bisa dimaknai terlepas sama sekali. Aset BUMN adalah aset negara, baik itu ketika baru diberikan PNM maupun setelah berkembang, tetap menjadi aset negara. Karenanya sulit dibayangkan ketika aset BUMN dinyatakan bukan sebagai aset negara, maka kelak BPK tidak memiliki akses untuk melakukan audit terhadap perusahaan BUMN.

Lebih lanjut Muhajir menuturkan bahwa perusahaan BUMN tidak bisa diperlakukan sebagaimana perusahaan swasta. Bagaimana pun BUMN-BUMN di Indonesia itu didirikan bukan hanya untuk mencari keuntungan, melainkan untuk melaksanakan pasal 33 UUD 1945.

Dalam pasal 33 konstitusi itu sangat jelas bagaimana tujuan dan filosofi pembentukan BUMN itu apa. Pendirian BUMN bukan semata-mata untuk mencari untung karena ada tugas negara lainnya untuk melindungi rakyat dan sektor-sektor yang menyangkut hajat hidup orang banyak maka harus dikuasai oleh negara.

Pandangan BPK

Pandangan Muhajir itu sejalan pula dengan pendapat Wakil Ketua Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Hasan Bisri yang menyatakan bahwa kekayaan yang dimiliki oleh BUMN dan semua lembaga yang dibentuk oleh pemerintah dengan undang-undang tidak dapat dipisahkan dari kekayaan atau kepemilikan negara.

Jadi makna kekayaan negara yang dipisahkan sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang bukan berarti dipisahkan dari kepemilikan negara, tetapi dipisahkan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). “Sebesar apa kepemilikan negara dalam kekayaan BUMN ya sebesar ekuitas yang dimiliki oleh negara,” ujarnya.

Hal berbeda pernah diungkap Guru Besar Fakultas Hukum UI Erman Radjagukguk yang menyebutkan bahwa kekayaan BUMN Persero maupun kekayaan BUMN Perum sebagai badan hukum bukanlah menjadi bagian dari kekayaan negara. Pasalnya, kekayaan negara yang dipisahkan di dalam BUMN hanya berbentuk saham. Artinya, kekayaan BUMN tidak menjadi kekayaan negara.

BUMN adalah badan hukum, karena itu memiliki kekayaan sendiri. Kekayaan itu berstatus sama dengan kekayaan/aset perusahaan perseroan terbatas lainnya, dapat diagunkan untuk mendapat pinjaman, dapat disita dan dapat digadaikan.

Untuk satu aspek saja, yakni konsep kekayaan negara pada tiap regulasi yang mengikat BUMN sudah tidak saling sinkron hingga berakibat ada perbedaan tafsir dari masing-masing pihak yang berkepentingan, padahal masih banyak aspek-aspek strategis lainnya yang juga harus diperjelas. Maka sudah saatnya regulasi mempertegas itu semua melalui revisi UU BUMN.

Diposting 21-02-2014.

Dia dalam berita ini...

A. Muhajir

Anggota DPR-RI 2009-2014 Jawa Barat IX
Partai: PAN