Aksi pemblokiran Stasiun Bekasi oleh pengguna kereta listrik, Kamis (17/4), jadi sorotan anggota Komisi V DPR Abdul Hakim. Ia mendesak Menteri Perhubungan mengevaluasi kinerja PT Kereta Api Indonesia (KAI) terkait layanan Commuter Jabodetabek.
"Aksi blokir yang dilakukan masyarakat adalah hal wajar lantaran keluhan mereka tidak direspons dengan baik oleh PT KAI," kata Abdul Hakim, Jumat (18/4) di Jakarta.
Kementerian Perhubungan mestinya mengecek layanan transportasi publik itu setiap setengah tahun. Bila ada hal yang tak sesuai ketentuan, Kemenhub dapat memberikan sanksi teguran hingga pencabutan izin.
Menurut Hakim, penumpang sering mengeluhkan seringnya kereta terlambat datang dan berangkat. Padahal ketepatan jadwal adalah salah satu keharusan PT KAI yang diatur dalam UU No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian. Jika standar dalam UU tersebut tak dipenuhi, selayaknya pemerintah menjatuhkan sanksi keras. Apalagi PT KAI sudah menerima kucuran dana sebesar Rp 1,2 triliun.
Keluhan lain, pendingin udara dan lampu dalam kereta kerap tak berfungsi sehingga bikin pengap. Begitu pula pengeras suara di stasiun. Keluhan terakhir, sering membuat penumpang salah turun stasiun karena tak mendengar pengumuman.
Meski memahami keluhan penumpang, Hakim berharap mereka tak melakukan protes dengan aksi pemblokiran lagi. Sebab, selain tak otomatis menyelesaikan masalah, hal itu mengganggu kelancaran perjalanan kereta. "Bisa dianggap melanggar Pasal 199 UU No. 23 Tahun 2007 dengan ancaman denda Rp 15 juta," katanya.