DPR RI sepakat untuk melakukan pembahasan lebih lanjut mengenai Rancangan Undang-undang Pengelolaan Keuangan Haji. Hal tersebut menjadi kesimpulan rapat kerja Komisi VIII DPR RI yang pertama kalinya oleh Menteri Agama yang baru, Lukman Hakim Saefuddin, Kamis 12 Juni 2014 di Jakarta.
“Seluruh fraksi di DPR sepakat untuk melakukan pembahasan lebih lanjut mengenai RUU Pengelolaan Keuangan Haji. Karena selama ini yang jadi sorotan publik tidak hanya penyelenggaraan ibadah haji itu sendiri, tetapi juga tentang pengelolaan keuangan haji. Hal ini untuk menghindari kecurigaan publik terhadap pengelolaan keuangan haji. Oleh karena itu RUU Pengelolaan Keuangan Haji ini harus dibahas secepatnya, sehingga pemerintah dalam melakukan pengelolaan keuangan ibadah haji ini tidak main-main, karena sudah ada payung hukumnya,”jelas Wakil Ketua Komisi VIII, Mahrus Munir usai memimpin rapat kerja dengan Menteri Agama.
Meski menyepakati pembahasan lebih lanjut RUU Pengelolaan Keuangan Haji, Wakil ketua Komisi VIII, Leidia Amalia menambahkan, bahwa ada beberapa catatan penting untuk pemerintah terhadap RUU yang menjadi usulan inisiatif pemerintah ini. Diantaranya adalah pembentukan badan khusus untuk pengelolaan keuangan haji ini, pengelolaan dana abadi umat sebagai sisa dari penyelenggaraan ibadah haji, harus ada pebicaraan tentang apa yang disebut dengan dana optimalisasi, serta mana dana yang langsung diperuntukan bagi jamaah dan mana dana yang tidak.
“Dalam draft yang diusulkan pemerintah harus ada badan khusus untuk mengelola keuangan haji sehingga memungkinkan jika dana yang disetorkan jamaah itu untuk investasi. Jika itu dilakukan unmtuk investasi harus jelas, manfaatnya yang diterima oleh jemaah, bagaimana jika keuangan itu ditarik oleh jemaah, jadi harus transparan. Karena ini jamaah haji, maka jika harus diinvestasikan tentu harus berbasis syariah, dan keseluruhannya untuk dikembalikan atau untuk kepentingan jemaah,”papar Leidia.
Mengenai bentuk dari badan khusus itu sendiri baik, Mahrus maupun Ledia belum ada pembahasan tersebut. Namun DPR cenderung menginginkan badan khusus yang harus terpisah dari penyelenggara ibadah haji. Jika kemudian penyelenggara ibadah hajinya Kementerian Agama, maka dalam RUU Pengelolaan Keuangan Ibadah Haji itu sendiri harus di luar Kementerian Agama.
“DPR lebih cenderung menginginkan badan khusus di luar Kementerian Agama yang akan mengelola keuangan haji. Dan akan bertanggung jawab langsung kepada presiden, dan sebesar-besarnya untuk kepentingan umat. Sementara pemerintah sendiri menginginkan badan khusus pengelolaan haji yang akan tercantum dalam RUU Pengelolaan Keuangan Haji kelak berada di bawah Kementerian Agama,”jelas Ledia.