Siapa Caleg 2024 untuk DPR-RI/ DPD-RI/ DPRD Prov. dan DPRD Kab./Kota-mu? Cek di sini...

Berita Anggota Parlemen

Ini Catatan Anggota DPR soal Penjualan Indosat

sumber berita , 27-06-2014

Panggung debat capres ternyata menguak persoalan lama yang perlu untuk dikaji kembali. Capres Joko Widodo, dalam debat ketiga mengatakan akan kembali membeli Indosat yang sudah dijual di era pemerintahan Megawati Soekarnoputri (2001-2004).  

Anggota Komisi IV dari Fraksi Partai Demokrat Rosyid Hidayat, yang juga pernah duduk sebagai anggota Fraksi PAN pada 1999-2004, kontan menyambut gembira dibahasnya kembali persoalan itu.

"Saya senang ada yang membuka kembali. Saat itu saya duduk sebagai anggota DPR dan berhasil menggalang 337 anggota DPR untuk membuat Pansus hak angket Indosat," kata Rosyid kepada JurnalParlemen, Kamis (26/6), di Jakarta.

Namun sayang, Pansus tidak berjalan karena banyak anggota yang mengundurkan diri, dan prosedurnya diserahkan ke Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk diperiksa. Menurut Rosyid, kasus itu juga pernah dia laporkan ke Mabes Polri, tapi pada 2009 dikeluarkan Surat Penghentian Penuntutan Perkara (SP3).

Kasus tersebut juga ditengarai memiliki banyak kejanggalan. Pertama, ketika sudah ditetapkan posisi satelit untuk Indosat, ketika itulah tempat kedudukan satelit (orbit) merupakan kedaulatan negara. “Padahal ada dua satelit di sana yaitu Satelindo dan Indosat yang ikut terjual waktu itu,” katanya.

Kedua, harga saham ketika terjadi transaksi sebesar Rp. 7.500,- tapi dibeli oleh Singtel Singapore dengan harga premium seharga Rp. 12.500,-/saham dengan total 42,195 persen menjadi Rp. 6,5 Triliun. Sepintas memang seolah dibeli dengan harga premium, padahal beberapa hari kemudian saham Indosat naik menjadi Rp. 20.000,- artinya terjadi kenaikan beberapa hari setelah dijual sebesar Rp. 6,5 Triliun.

"Dengan kenaikan harga saham ini, itu berarti pemerintah sudah mengalami kerugian,” jelas Rosyid.

Kejanggalan ketiga, tender diikuti beberapa perusahaan asing, diantaranya Singtel Singapore. Menurut Rosyid, Singtel keluar sebagai pemenang, tetapi anehnya, yang melakukan kontrak adalah ICL (Indonesia Comuncation Limited) sebuah perusahaan dengan kepemilikan tak jelas, di antaranya Singapore, yang memiliki pejanjian free tax dengan Indonesia.

"Padahal, langkah seperti ini tidak dikenal di dalam hukum dagang Indonesia. Bayangkan pajak PPN dan PPH badan sebesar Rp. 845 M yang dikemplang dalam transaksi ini,” jelasnya.

Keempat, Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dipaksakan pelaksanaannya tanggal 27 Desember 2002, padahal per 1 Januari 2003, ada deviden untuk negara sebesar Rp 700 Miliar.

Sebagai masukan, Rosyid mengingatkan agar berhati-hati memilih pemimpin ke depan agar jangan gegabah sehingga secara sadar atau tidak, kebijakannya ternyata menjual kedaulatan negara.

Diposting 27-06-2014.

Dia dalam berita ini...

DPR-RI 2009 Jawa Tengah VI
Partai: Demokrat