DPRD Kabupaten Sumba Barat Daya menolak pelantikan Markus Dairo Talu, S.H dan Drs. Dara Tanggu Kaha (MDT-DT) sebagai Bupati-Wakil Bupati SBD periode 2014-2019. Sebab, secara lembaga DPRD SBD tidak pernah mengusulkan pasangan MDT-DT untuk disahkan pengangkatannya oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri).
Demikian salah satu keputusan rapat dengar pendapat DPRD Kabupaten SBD, Kamis (24/7/2014) siang. Rapat dipimpin Ketua DPRD SBD, Yosep Malo Lende, dihadiri 11 anggota Dewan dari 29 orang anggota Dewan. Rapat dihadiri Sekretaris DPRD SBD, Paulus Ndara Galu, S.E, dan 10 orang perwakilan Laskar Pasola Pro Kebenaran dan Keadilan.
Rapat untuk menyikapi aspirasi Laskar Pasola yang menyatakan menolak pelantikan MDT-DT karena merupakan hasil kecurangan dengan cara penggelembungan suara dalam Pemilukada SBD.
Hal lain yang diputuskan DPRD SBD, yaitu proses administrasi berkaitan dengan pelantikan bupati dan wakil bupati dianggap selesai.
"DPRD segera mengawal keputusan ini sampai ke Mendagri. Dan efek dari keputusan ini menjadi tanggung jawab bersama anggota Dewan," tandas Yosep Malo Lende.
Di awal rapat, Yosep Malo Lende mengatakan, siapa pun yang menjadi bupati dan wakil bupati sepanjang prosesnya benar tidak jadi masalah. DPRD akan memprosesnya. Namun, apa yang terjadi dalam Pemilukada SBD adalah pemutarbalikan kebenaran.
"Oleh karena itu, perjuangan menegakan kebenaran harus dikedepankan," katanya.
"Saya sependapat bahwa yang benar tetap benar, yang salah tetap salah. DPRD harus mengambil sikap. Konsultasikan dengan gubernur dan Mendagri. Kita tidak boleh memperlambat penyelesaian persoalan ini. Kasihan rakyat SBD karena ada orang yang merusak tatanan demokrasi di SBD. Ini hal yang buruk bagi SBD," kata Anggota DPRD SBD, Agus Mali.
David Ramone mengatakan, persoalan SBD harus dilihat secara arif dan bijaksana. "Yang dipersoalkan dari aspek keadilan dan kebenaran. Siapa pun tidak jadi masalah jika dia benar," tegasnya.
Politisi Partai Hanura ini menyoroti mekanisme usulan dari DPRD yang diatur oleh aturan. Menurutnya, pengesahan MDT-DT oleh Mendagri tidak melalui mekanisme yang benar karena tanpa usulan DPRD SBD.
"Karena terjadi di luar dari itu, maka tidak sesuai dengan koridor," tandasnya.
Rudolf dari PDIP mengatakan, Dewan menemui gubernur dan Mendagri untuk membicarakan masalah yang belum juga selesai.
"Dewan harus menerobos. Kasihan masyarakat yang terus berjuang, tapi sampai saat ini belum ada jawaban yang pasti. Momentum untuk berjuang dan bergerak. Kita harus berani membela kebenaran. MK harus bertanggungjawab putusannya bukan DPRD," kata Rudolf.
Gebi Pira dari PKB merasa heran karena sesuai aturan, DPRD berhak mengajukan usulan kepada Mendagri melalui gubernur.
"Ada usulan Konco Ole Ate yang ditandatangani ketua tidak diproses. Muncul lagi surat ditandatangani wakil ketua Jusuf Malo dan itu menjadi dasar Mendagri menerbitkan surat. Ini kan aneh. Secara lembaga siapa yang berhak menandatangani surat?" tanya Gebi Pira.
Haji Soleman T Wungo menyatakan menolak pelantikan MDT-DT. "Pelantikan MDT-DT tidak boleh terjadi. DPRD harus memproses pelantikan Konco. Sidang dan rekomendasikan bawa ke atas (propinsi dan Mendagri). Segera pelantikan, itu saja yang benar," kata Sulaiman.
Anggota Dewan, Charles Lalo mengungkapkan sampai saat ini dia belum tau apakah sudah ada SK Mendagri atau belum.
Yosep Malo Lende mengatakan, mestinya semua pihak menghargai lembaga DPRD SBD.
"Mestinya menghargai institusi ini. Saya tidak melihat siapa yang jadi bupati dan wakil bupati. Siapa yang terpilih adalah putra terbaik SBD. Tapi harus ada mekanisme yang baik dan benar," katanya.
Setelah membuat keputusan, Yosep Malo Lende menutup rapat dengar pendapat. Sekitar pukul 15.00 Wita, rapat ditutup dan anggota Laskar Pasola meninggalkan gedung DPRD SBD dengan aman dan tertib.