Pengambilan keputusan atas rancangan peraturan Dewan Perwakilan Rakyat tentang tata tertib dalam sidang Paripurna DPR, Selasa 16 September 2014, berjalan alot. Bahkan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Partai Kebangkitan Bangsa melakukan aksi walk out dari ruang Paripurna.
Anggota Fraksi PDIP, Honing Sanny, meminta pengesahan rancangan peraturan DPR itu ditunda karena Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD masih dalam proses gugatan di Mahkamah Konstitusi.
"Masa sidang kan masih berlanjut sampai 30 September. Sambil kita berharap kalau MK memberikan putusan sela. Kalau sampai waktu itu tidak ada putusan, kami menerima itu sebagai aturan yang kita ikuti bersama," ujar Honing.
Hal berbeda justru dilontarkan oleh Partai Hanura. Sebagai mitra koalisi pendukung Joko Widodo-Jusuf Kalla, Partai Hanura mendukung agar rancangan tata tertib DPR disahkan saja.
"Hanura setuju diputuskan. Dengan catatan, kalau ada pasal-pasal yang diputuskan MK harus menjadi rujukan," kata Ketua Fraksi Hanura, Syarifuddin Suding.
Sementara itu, Ketua Pansus Tatib DPR, Benny K Harman, menyatakan tidak ada tradisi penundaan pengesahan rancangan hanya karena menunggu hasil keputusan MK.
Hal senada disampaikan Wakil Ketua Komisi Hukum DPR Azis Syamsuddin. Menurut Azis, perdebatan soal rancangan tata tertib DPR sudah memakan waktu cukup lama.
"Saya minta ketua untuk segera mengambil keputusan sehingga tidak berlama-lama lagi," kata Azis.
Akhirnya, pimpinan sidang Paripurna Priyo Budi Santoso memutuskan untuk melakukan lobi pimpinan fraksi. Dari hasil lobi itu semua sepakat agar rancangan tata tertib DPR disahkan.
Seperti diketahui, salah satu aturan yang kontroversial dalam rancangan tata tertib ini adalah proses pemilihan pimpinan DPR.