merintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla (Jokowi-JK) diharapkan serius memperhatikan kesejahteraan dan pembangunan infrastruktur, transportasi, sosial, pendidikan dan kesehatan rakyat dari ujung Papua hingga Aceh.
Pasalnya, meski Otonomi Khusus (Otsus) Papua sudah berlangsung selama 15 tahun terakhir dengan anggaran puluhan bahkan ratusan triliun rupiah, namun rakyat Papua masih miskin dan terpinggirkan.
"UU Otsus Papua tidak berjalan baik karena ada perasaan saling curiga antara pemerintahan pusat dan daerah. Karena itu, paradigma pemimpin bangsa ini harus diubah supaya tidak selalu berpikir bahwa Papua ingin memisahkan diri dari NKRI," ujar Anggota DPD RI asal Papua Mesakh Mirin, dalam dialog kenegaraan bersama Senator Aceh Fachrul Razi, Abdurahman Abubakar Bahmid (Gorontalo), dan Boediono (Jawa Timur), Rabu (22/10), di Kompleks Parlemen, Jakarta.
Rakyat Papua, sambung Mesakh, ingin hidup sejahtera, damai, dan setara seperti saudara-saudara di seluruh Indonesia, yang duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi. Karena Rakyat Papua ingin perubahan dari pemerintahan seperti janji Jokowi, maka itulah kenapa Jokowi-JK menang hampir 100 persen di Papua pada Pilpres 9 Juli 2014.
Hal yang sama disampaikan Fachrul Razi. Jika sejak pemerintahan Bung Karno, Soeharto, Megawati sampai SBY, Aceh selalu tertipu, dimana janji-janji presiden itu hampir tak pernah terealisir, bahkan kekayaan sumber daya alam Aceh yang selalu diambil oleh pusat.
"Aceh tidak meminta merdeka, melainkan hanya kesejahteraan dan keadilan. Kami juga menolak pemekaran daerah, karena hal itu bukan jawaban untuk rakyat Aceh," serunya.
Oleh karena itu, Jokowi-JK harus mampu mewujudkan janji-janjinya termasuk menciptakan politik yang damai, sejahtera, dan adil dalam bingkai NKRI serta tidak mengeluarkan aturan yang bertentangan dengan perjanjian Helsinki.