Rujuk politik yang hingga hari ini belum juga tercipta antara Koalisi Merah Putih (KMP) dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH) telah menciptakan banyak kerugian bagi rakyat karena Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tidak bisa bekerja dan pemerintah dinilai ikut menambah persoalan tersebut.
"Saya sangat prihatin dan menyesalkan langkah yang diambil Pemerintah untuk tidak mengizinkan para menterinya untuk rapat dengan DPR," kata politikus Partai Golkar Tantowi Yahya di Jakarta, Jumat (14/11).
Padahal DPR adalah lembaga resmi di mana pimpinannya terpilih secara konstitusional dan dilantik oleh Ketua MA. Artinya, semua persyaratan dan prosedur konstitusional sudah terpenuhi.
"Mengapa pula pemerintah tidak mengindahkan berbagai undangan dari DPR untuk mulai bekerja? Bagi saya tindakan pemerintah ini sudah masuk dalam kategori contempt of parliament," tegas Tantowi.
Dia menilai Pemerintah mestinya sadar, belum terlaksananya rapat-rapat kerja dengan para menteri membuat pembahasan hal-hal pokok dan penting seperti program dan nomenklatur-nomenklatur baru kementrian yang akan berdampak pada siklus anggaran belum bisa dibahas.
"Pemerintah tidak boleh menyandera DPR seperti ini. Pemerintah harus dan sepatutnya menghargai DPR sebagaimana lembaga ini menghargai mereka," ujar Tantowi.
Untuk diketahui, KIH dan KMP memang belum resmi menandatangani kesepakatan islah atau rekonsiliasi karena proposal terbaru KIH untuk merevisi sejumlah aturan UU dan tata-tertib DPR.
Hal itu membuat rapat-rapat kerja di DPR Ri dengan Pemerintah selalu batal karena para menteri tak pernah datang dengan sejumlah alasan.
Mayoritas alasan yang disampaikan untuk menunda rapat dengan DPR adalah karena para menteri sibuk melakukan blusukan ke daerah.
Bagi para politikus dari KMP, alasan sebenarnya adalah karena kesepakatan di antara KIH dan KMP itu belum tercapai.