DPRD Sumut melalui Komisi B mengaku kecewa dengan kinerja Pertamina dan Pemprovsu yang tidak mampu mengendalikan kelangkaan gas elpiji 3 kg yang merupakan barang subsidi. Selain langkah harganya pun tidak terkendali.
Kekecewaan disampaikan anggota Komisi B, H Bustami, HS, MM saat rapat dengar pendapat (RDP), Komisi B dengan pihak Pertamina dan Biro Perekonomian di ruang rapat Komisi B, Gedung DPRD Sumut, Jalan Imam Bonjol Medan, Rabu (3/12).
Bustami menjelaskan, Pemprovsu melalui Biro Perekonomian berani memaparkan kondisi gas elpiji 3 kg akan mencapai 100 persen ke masyarakat sampai akhir Desember 2014. Saat ini baru awal Desember tetapi mengapa berani membuat data kondisi tabung 3 kg 100 persen sampai ke masyarakat. “Saya kecewa, data yang diberikan tidak berkualitas. Tetapi untung saja Kepala Biro Perekonomian Drs Bondaharo menandatangani berarti bertanggungjawab terhadap data ini,” ucapnya dengan nada tinggi.
Selain kecewa kepada Biro Perekonomian, dirinya juga kecewa dengan kinerja Pertamina. Dia menuding Pertamina selalu cuci tangan. “Kami hari ini hanya fokus pada kebutuhan gas 3 kg. Fakta di lapangan gas langkah, harga tidak terkendali. Di daerah mencapai Rp30.000 per tabung. Bagaimana tanggungjawab Pertamina. sangat menyedihkan kita melihat kondisi ini,” tegasnya.
Politis PPP ini mengungkapkan, Komisi B melakukan sidak ke Tanjung Balai. Hasilnya ada kelebihan 5 persen. Data ini diperoleh dari timbangan secara acak. Selain itu, ada keuntungan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Elpiji (SPBE) sehari mencapai Rp6 juta per hari per SPBE dari selisi yang diisi oleh SPBE dengan yang dijual ke masyarakat melalui pangkalan.
“Ini mengindikasikan ada kerjasama dari SPBE dengan agen seperti dikurangi, atau dijual ke non subisi. Selain itu ada pangkalan hanya menerima tanda terima. Dapat 1000 tabung, tetapi hanya surat, sedangkan tabungnya tidak ada,” ucapnya.
Gunakan Kartu
Kekecewaan lainnya disampaikan politisi PDI Perjuangan, Jontoguh Damanik, S.Sos. Dia kecewa tidak adanya pengawasan dalam distribusi gas elpiji 3 kg.
Menurutnya, tujuan dari gas elpiji 3 kg yang merupakan subsidi pemerintah adalah membantu masyarakat kurang mampu. Tetapi, saat ini tidak tepat sasaran.
Dia menilai, masih banyak restoran yang menggunakan gas subsidi tersebut. Seharusnya restoran menggunakan gas non subsidi.
Melihat kondisi ini, Jontoguh menyarankan agar ada kartu kendali seperti kartu kredit sehingga terdaftar atau tidak sebagai restoran. Dia juga minta agar Biro Perekonomian punya komunikasi yang baik dengan Pertamina sehingga data tersebut tidak ada berbeda.
Dia juga menyarankan agar yang mengurusi gas elpiji 3 kg bukan lagi Biro Perekonomian dan Dinas Pertambangan tetapi dinas teknis seperti Disperindag.
Dapat Teguran
Sementara Domestic Gas Region I Manager, Alfareeda Adrianto Elfias saat pemaparan mengatakan tren masyarat menggunakan gas elipiji berdasarkan data 2013 terus naik. Kesadaran masyarakat tinggi karena merasa lebih nyaman menggunakan gas elpiji daripada minyak tanah. “Awalnya tidak mau tetapi saat ini sudah mau,” katanya.
Untuk menekan kelangkaan minyak, Alfareeda sebenarnya sudah mendapat teguran dari pimpinan di Jakarta karena soal kelangkaan sudah menjadi berita nasional. Padahal, Pertamina sudah melakukan operasi pasar di Medan bekerjasama dengan pemerintah daerah, pihak kepolisian. “Sebenarnya normal tetapi kok kurang terus, makanya dilakukan operasi pasar dan kerjasama dengan kepolisian di lini mana yang terjadi. Ke depan ada rencana memasang striker kepada pihak tertentu seperti restoran agar tidak boleh menggunakan gas 3 kg,” katanya.
Didampingi Manager Sales Gas Dom Regional I Medan, Tirta Thesaufi, Alfreeda menyebutkan, harga gas ditetapkan berdasarkan Perpres dan tim pemantau sudah ada terdiri dari Gubsu selaku ketua termasuk Sekdaprovsu, Bappedasu dan SKPD terkait, serta anggota tim terdiri dari pertemina dan kepolisian.
Sementara Tirta menegaskan, ter-jadinya kelangkaan dan naiknya harga gas melebihi HET, karena gas elpiji 3 kg disubsidi pemerintah. Harga gas elpigi 3 kg dipangkalan Rp16.000 per tabung, tapi kalau ingin penyaluran aman dan nyaman sampai di masyarakat harus diubah sistem distribusi yaitu dengan sistem distribusi tertutup, karena sudah ada peraturan menteri, tapi tidak dilaksanakan. “Dengan sistem pendistribusian tertutup dijamin tidak terjadi kelangkaan,” ujarnya seraya menyatakan tidak tertutup kemungkinan terjadi oplosan isi gas dari tabung isi 3 kg ke tabung isi 12 kg.
RDP yang dipimpin Ketua Komisi B Donald Lumbang Batu, SE, Wakil Ketua, H Ikrimah Hamidy, ST, MSI, dan Sekretaris Indra Alamsnyah disimpulkan sejumlah rekomendasi yakni dilakukan sistem pendistribusian tertutup yang diawasi Disperindag.
Gubsu diminta mengaktifkan tim pemantau gas subsidi dan segera membuat HET gas elpigi tahun 2015 dengan melibatkan dewan dan Pertamina. Terkait agen Tomimaru direkomendasikan agar diberikan sanksi, karena sudah melakukan pengurangan volume gas 3 kg. Kepada Poldasu diminta menindak agen dan pangkalan yang melakukan kecurangan dan menaikkan harga melebihi HET.