Aksi Greenpeace Cenderung Anarkis

Kerusakan situs kebudayaan dunia yang diakui UNESCO di Peru bukan satu-satunya akibat dari aksi kampanye provokatif yang dilakukan Greenpeace. Dalam berbagai kasus, banyak contoh pola tindakan Greenpeace yang anarkis bahkan tidak menghargai keselamatan dan jiwa manusia ketika memperjuangkan hal-hal yang mereka anggap benar.

“Jika keselamatan mereka dan jiwa orang lain saja tidak mereka hargai, apalagi hanya heritage. Jadi tidak salah jika Wakil Menteri Kebudayaan Peru Luis Jaime Castillo menjuluki Greenpeace sebagai extreme environmentalism,” kata pengamat lingkungan dan kehutanan IPB DR, Ir Recky Averoza Msc, di Jakarta, Selasa (16/12).

Ricky berpendapat, pernyataan petinggi negara Peru tersebut harus dimaknai dalam tiga perspektif berbeda namun terkait satu dengan lain. Dalam perspektif hukum, pernyataan Castillo menjadi langkah awal dari Pemerintah Peru untuk meminta ganti rugi kepada Greepeace atas segala kerusakan yang terjadi di tempat sakral masyarakat Peru.

Dalam konteks sosial, pernyataan itu menjadi sikap Pemerintah Peru menggalang dukungan sosial untuk berhadapan langsung melawan Greenpeace.

“Sedangkan dalam perspektif politik, saya pribadi cenderung memaknainya sebagai suatu kegamangan Pemerintah Peru untuk head to head dengan Greenpeace,” kata Ricky.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi IV DPR Herman Khaeron menilai, tuntutan yang dilakukan Pemerintah Peru sangat tepat. “Saya pikir, setiap aksi anarkis yang berakibat kerusakan apalagi sampai merusak tempat sakral harus mendapatkan sanksi hukum. Greenpeace seharusnya menyadari bahwa mereka harus membawa aksi damai,” kata Herman.

Ricky yang juga Ketua Program Studi Pasca Sarjana Manajemen Ekowisata dan Lingkungan IPB menambahkan, hampir disemua negara berkembang termasuk Indonesia sebenarnya masuk dalam perangkap kegamangan ketika berurusan dengan LSM seperti Greenpeace. Bahkan banyak contoh menunjukkan eksistensi suatu pemerintahan dan negara malah dikangkangi oleh kepentingan LSM.

Menurut Ricky, keberhasilan dalam menciptakan kegamangan tersebut tidak terlepas dari dukungan dana yang sangat besar. Bahkan, LSM seperti Greenpeace juga mempunyai kemampuan untuk menyertakan para pakar baik akademisi maupun praktisi dalam mendukung proyek mereka. "Akibatnya, ketika ada pihak-pihak yang mempertanyakan mengenai akurasi basis data yang mereka miliki, maka kompetensi institusi barangkali menjadi ‘basi’ untuk diperbincangkan," ucap dia.

Ricky mengungkapkan, masalah serius yang harus dipersoalkan kepada LSM adalah menyangkut motivasi dan pola-pola mereka dalam melaksanakan berbagai proyek dan kegiatan yang dicanangkan. “Secara pribadi sebenarnya sudah sejak belasan tahun lalu, saya menghimbau perlunya mendirikan LSM-watch untuk mengawasi kegiatan mereka,” kata Ricky.

Ricky juga tidak menampik disisi lain, sebenarnya keberadaan LSM adalah sangat diperlukan. Hanya saja, kata dia, semua pihak seharusnya tidak perlu ragu dan takut untuk mengkritisi motif-motif tersembunyii serta mempertanyakan efisiensi dan efektifitas LSM dalam mencapai visi dan misi yang mereka canangkan dalam suatu isu/proyek.

Menurut Ricky yang juga merupakan salah seorang pendiri Perhimpunan Nasionalis Indonesia (Pernasindo), sebenarnya kritik tersebut bertujuan agar LSM di Indonesia memiliki integritas terhadap bangsa dan negara. LSM juga harus jujur dan transparan dalam menggunakan dana proyek.

Terpenting lagi, kata Ricky, LSM dimanapun tidak boleh lagi dibiarkan untuk terus-terusan melakukan kampanye negatif lagi dengan menjual isu penderitaan rakyat atau lingkungan hanya untuk memperkaya pundi-pundi institusi dan diri mereka sendiri.

Saat ini, banyak LSM besar selalu menjual penderitaan rakyat, tapi dalam kesehariannya mereka tidak pernah merasakan penderitaan itu dalam kantor mewah dan ruang ber-AC yang mereka miliki.

“Dalam berbagai kesempatan dan hasil observasi yang saya lakukan menunjukan bahwa integritas LSM terhadap negara dan bangsa kita masih tergolong sangat rendah. Begitu juga dengan tingkat efisiensi dan efektifitas program mereka. Saya mempunyai data yang sangat kaya mengenai masalah itu,” kata Ricky.

Diposting 17-12-2014.

Dia dalam berita ini...

E. Herman Khaeron

Anggota DPR-RI 2014
Jawa Barat VIII