Kejadian tanah ambles yang merobohkan bangunan rumah di deretan bangunan Jalan Jogonegoro, Wonosobo, beberapa waktu, tak semata karena curah hujan tinggi. Namun, deretan bangunan itu berada di Daerah Aliran Sungai (DAS). Terkait hal itu, Komisi C DPRD Wonosobo mendorong agar sungai dibuka kembali.
“Sungai harus dibuka kembali, karena sesuai aturan di sepanjang sepadan sungai, tidak boleh ada bangunan,” kata Ketua Komisi C, Eko Prasetyo, didampingi anggota komisi, Taufiq dan Ibed Ibnu.
Eko mengatakan, sesuai aturan perundangan tentang pengelolaan Sumber Daya Air (SDA), kehidupan sungai diatur lebih rinci. Yaitu, di atas sepadan sungai, tidak boleh ditutup. Apalagi ditanam bangunan. Dampaknya, sangat berbahaya untuk bangunan di atasnya. Juga berbahaya untuk permukiman warga lain. “Sungai di Jalan Jogonegoro itu merupakan sungai aktif aliran dari kota. Saat hujan, pasokan air pasti meningkat.”
Taufiq, anggota komisi C menduga, gorong-gorong yang diduga dibangun pada 1995 itu sudah rontok. Sebab dasar sungai terus mengalami sedimentasi akibat sampah dan erosi kecil ketika hujan. Untuk diketahui, halaman rumah yang ambles milik Gunawan, anak mantan Bupati Wonosobo Muntohar dan bangunan Soto Broto.
“Volume air kota terus meningkat. Apalagi banyak alih fungsi lahan yang sebelumnya pekarangan dan sawah menjadi permukiman. Otomatis lahan penyerap air hujan juga berkurang, sehingga pasokan air ke sungai meningkat,” katanya
Taufiq menyebut, sejumlah bangunan di atas gorong-gorong tersebut memang mengantongi sertifikat. Namun, dari data yang dia kumpulkan, bangunan itu tidak ada yang mengantongi Izin Mendirikan Bangunan (IMB). “Tidak ada yang mengantongi IMB. Untuk itu sungai bisa dibuka lagi, agar kerusakan lingkungan tidak melebar,” katanya.
Camat Wonosobo Faisal RB menyebut, akibat curah hujan tinggi pada 11 Desember lalu, di wilayah Kecamatan Kota Wonosobo terjadi banyak bencana. Total kerugian akibat longsor dan tanah ambles, hampir mencapai Rp 1 miliar.
“Selain dari perhitungan bangunan yang hancur atau rusak, perhitungan kerugian juga muncul dari estimasi biaya perbaikan senderan di beberapa bibir sungai.”
Dikatakan, kerusakan terbesar berasal dari amblesnya bangunan lantai dua berukuran 7×13 meter milik Broto Setyono, 40, pemilik Soto Broto, di tepi Jalan Jogonegoro. Taksirannya, mencapai Rp 800 juta. Kerugian cukup besar juga muncul dari tanah longsor di Perumahan Asli Permai, yang menimpa bagian belakang rumah milik Heri dan Ismail. “Kerugian materiil akibat longsornya tebing dan merusak sebagian rumah tersebut ditaksir mencapai Rp 60 juta.”