Pembahasan RUU Tapera Setelah Reses

DPR RI sepakat melanjutkan pembahasan RUU Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) pada persidangan kedua pascareses. RUU ini merupakan salah satu rancangan regulasi yang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015.

Wakil Ketua Komisi V DPR RI Muhidin mengatakan, RUU Tapera sudah masuk dalam pembahasan utama DPR untuk segera diselesaikan. UU ini dinilai akan membantu masyarakat untuk memiliki rumah yang layak dan terjangkau.

"Kami dari awal sudah setuju dan segera diselesaikan. Tetapi dari pihak pemerintah sendiri yang belum sepakat. Kami akan bahas kambali karena sudah masuk dalam Prolegnas pembahasan UU di DPR," kata Muhidin di Jakarta baru-baru ini.

Pembahasan RUU Tapera, lanjut dia, diperkirakan dilakukan pada persidangan kedua atau ketiga karena saat ini sudah masuk masa reses.

Muhidin berharap ada titik temu dengan pemerintah sehingga RUU ini bisa segera disahkan sebagai undang - undang. Kehadiran UU Tapera akan membantu pemerintah mewujudkan program satu Juta Rumah, yang dicanangkan pemerintahan Jokowi dan JK.

Anggota Panitia Khusus RUU Tapera Abdul Hakim menjelaskan, RUU Tapera merupakan salah satu rancangan regulasi yang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015. "UU ini kan hasil inisiatif anggota DPR untuk memasukkan kembali RUU Tapera dalam Prolegnas 2015," kata Hakim.

Menurut Abdul Hakim DPR periode sebelumnya menganggap RUU Tapera dibutuhkan untuk menjawab kebutuhan masyarakat akan penyediaan rumah layak dengan harga terjangkau. Perundangan ini cukup penting mengingat adanya defisit perumahan (backlog) yang cukup besar di Indonesia.

Dia menambahkan, RUU Tapera gagal disahkan pada sidang paripurna September tahun lalu. Pembahasannya sudah berjalan alot selama dua tahun karena pemerintah mengajukan permohonan untuk dibahas kembali di tingkat kementerian.

Sebelumnya, Ketua Panja RUU Tapera pada saat itu, Yosef Umar Hadi menyayangkan keputusan Pemerintah yang menarik diri dari proses pembahasan. "Waktu itu, pemerintah sendiri yang belum siap, padahal RUU Tapera ini, sudah hampir tuntas dan siap disahkan," kata Yoseph.

Belum Sepakat

Menurut Yoseph, pemerintah beralasan masih harus mengkaji terlebih dulu mengenai besaran simpanan wajib setiap peserta Tapera. Sebelumnya pemerintah telah mempermasalahkan sejumlah pasal, diantaranya terkait penyertaan modal pemerintah sebesar Rp 1 triliun untuk operasional awal Badan Pengelola Perumahan Rakyat (BPPR).

Pemerintah juga belum sepakat mengenai pasal yang mewajibkan perusahaan membantu tabungan karyawannya. Pasal lain yang dipersoalkan pemerintah terkait kewajiban seluruh rakyat menjadi penabung. Pemerintah khawatir masyarakat kelas menengah yang sudah memiliki rumah juga diwajibkan ikut program Tapera. "Dalam pembahasan RUU saat itu memang sudah terlihat perbedaan pendapat di internal pemerintah," kata dia.

Di sisi lain, pemerintah sendiri mengakui adanya keterbatasan anggaran untuk mewujudkan program satu juta unit rumah. Pemerintah hanya mampu membangun 10 persen atau sekitar 100,000 unit dan sisanya dibangun oleh pengembang.

“Pembangunan sejuta rumah rakyat ini lebih besar dipegang pengembag yaitu mencapai 800.000 unit dan sisanya akan dibangun oleh Pemerintah, Perumnas dan juga BPJS,” kata Plt Direktorat Jendral Penyediaan Perumahan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Syarif Burhanudin.

Menurut Syarif, dari hasil data Badan Pusat Statistik (BPS), sekitar 13,6 juta orang belum memiliki rumah dan 7,6 juta orang belum memiliki hunian yang layak. Oleh karenanya sasaran pembangunan satu juta rumah adalah masyarakat yang belum memiliki hunian.

Saat ini, jelas Syarif, bila mengacu kepada data BPS, kebutuhan rumah setiap tahun mencapai 800,000 unit. Sedangkan kemampuan membangun hanya 400,000 unit. Dengan demikian masih ada gap atau kekurangan sebesar 400,000 unit.

Dari 1,000,000 unit rumah, 600,000 unit dialokasikan untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dan 400,000 unit untuk komersial. Guna membangun rumah MBR, anggaran APBN hanya mampu membangun 100,000 unit berupa rumah susun sederhana sewa (rusunawa). Jumkah itu akan ditambah dari Perumnas sebanyak 36,000 unit, baik rusunami maupun rumah tapak.

“Sisanya kami dorong BPJS untuk menyumbang perumahan rakyat. Hanya saja BPJS saat ini terkendala masalah regulasi sehingga ada keterbatasan. Pemerintah berencana merevisi aturan mengenai BPJS agar bisa menyumbang sektor perumahan sampai 50 persen lebih dari kebutuhan masyarakat,” kata dia.

Diposting 20-02-2015.

Dia dalam berita ini...

Muhidin Mohamad Said

Anggota DPR-RI 2014
Sulawesi Tengah