Lembaga survei Poltracking Indonesia merilis hasil survei yang merekomendasikan Presiden Joko Widodo menjadi calon ketua umum PDI-P.
Survei itu tidak merekomendasikan trah Soekarno melanjutkan kepemimpinan Megawati Soekarnoputri.
Menanggapi hal tersebut, salah satu anggota dewan yang juga politisi PDI-P, Tubagus Hasanudin menganggap hasil survei tersebut abal-abal, alias tidak memenuhi kaidah metodologi survei seharusnya.
"Saya pertama-tama menyesalkan dari sisi akademis soal survei Poltraking kemarin, bukan soal siapa hasilnya atau berapa orang yang masuk daftar. Tetapi saya pikir dan saya juga mengikuti kuliah, tetapi saya melihat ada metoda dan kaidah-kaidah ilmiah yang dilanggar," katanya, Senin (23/03).
TB Hasanudin mencontohkan, hasil survei Poltracking itu ibarat survei pengguna kereta api, namun yang diambil sampel adalah pengguna pesawat.
Dengan kata lain, dia menganggap 200 pakar politik yang jadi opinion leader dalam menjadi sumber survei itu tidak tepat atau tidak tahu menahu soal PDI-P dan siapa yang pantas memimpinnya.
"Seperti halnya kalau mau menanyakan siapa yang menjadi ketua umum, itu harus ditayakan kepada kader PDI-P, silakan mensurvei dan hasilnya sperti apa," ujarnya.
Menurutnya, kalau yang disurvei adalah internal PDI-P maka hasil survei itu pasti akan berbeda.
Menyangkut siapa yang pastas menjadi ketua umum PDI-P, dia menyampaikan, mereka baru saja melaksanakan musyawarah di tingkatan anak cabang, dan hasilnya mereka di daerah masih menginginkan Megawati Soekarnoputri tetap menjabat ketum.
"Artinya, survei itu bermuatan memecah belah dan tidak valid dari sisi keilmuanya. Dan saya yakin kader-kader PDI-P tidak dapat terpengaruhi dengan hasil semacam itu," pungkasnya.