Komisi IX DPR menerima Komunitas Pejuang Hati yang merupakan para orangtua yang anaknya mengidap penyakit langka atresia bilier, di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (22/4).
Di hadapan para anggota Komisi IX DPR, Ketua Tim Advokasi Komunitas Pejuang Hati, Tengku Adri Muslim, menyatakan, bahwa para orangtua yang anaknya mengidap penyakit langka itu sulit mendapatkan layanan kesehatan terjangkau dari pemerintah.
"Biaya yang begitu mahal hingga ratusan juta rupiah. Sementara BPJS menanggung hanya Rp 250 juta. Angka yang begitu besar tersebut sangat memberatkan para orangtua anak pengidap pemnyakit ini," ujar Tengku.
Selain, masih ada biaya transplantasi hati yang begitu mahal, termasuk biaya screening untuk pendonor sebesar Rp 15 juta-Rp 18 juta, yang tidak ditanggung BPJS.
"Kami tidak tahu lagi kemana mengadu. Apalagi kalau sampai anak-anak kami harus dioperasi di luar negeri, kami harus bagaimana?" ujarnya.
Untuk itu, komunitas itu berharap pemerintah memperhatikan nasib anak-anak yang mengidap penyakit atresia bilier tersebut. Dari data yang dimiliki Komunitas Pejuang Hati, ada puluhan anak pengidap atresia bilier yang membutuhkan perawatan secepatnya. Sementara belasan lainnya sudah meninggal dunia.
Misalnya, pemerintah mengeluarkan peraturan yang mewajibkan polindes, puskesmas, tempat bersalin, dan rumah sakit, untuk memantau anak yang baru lahir selama tiga bulan pertama agar penyakit tersebut bisa terdeteksi sedini mungkin.
"Kami yakin masih banyak anak atresia bilier yang tidak terdata dan butuh perhatian pemerintah,” kata dia.
Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi PDIP, Rieke Diah Pitaloka, menilai untuk menyelesaikan persoalan itu. Maka harus ada perbaikan dalam regulasi. Karena itu, Rieke mengatakan, pihaknya mendesak pemerintah segera merevisi Perpres nomor 111 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan.
"Di situ ada pembatasan biaya ketika seseorang benar-benar mengidap penyakit langka dan harus diobati di luar negeri, tidak ditanggung oleh negara,” kata Rieke.
Menurut Rieke, Perpres itu tidak adil. Padahal, tidak ada satupun warga masyarakat yang mau mengidap penyakit langka. Dengan demikian, seharusnya negara mau menanggung beban biaya tersebut.
“Kalaupun tidak ada dana di BPJS kita masih memiliki nomenklatur yang bisa mengambil dana darurat. Masa orangtua harus juga membeli susu khusus untuk anaknya yang mengidap atresia bilier yang harganya jutaan rupiah? Untuk itu saya meminta Kementerian Kesehatan (Kemkes) menyediakan susu tersebut,” kata Rieke.
Dari informasi yang beredar di sejumlah portal online, disebutkan bahwa atresia bilier adalah penyakit yang timbul akibat rusaknya saluran empedu di luar hati sehingga tidak ada aliran empedu dari hati ke usus 12 jari yang normalnya terjadi.
Bila berlangsung lama dapat menyebabkan kerusakan hati lanjut yang disebut sirosis hati. Bila terus berlanjut, itu akan menyebabkan pendarahan di saluran cerna karena peningkatan tekanan darah yang masuk ke hati.
Kerusakan hati yang terjadi pada kasus atresia bilier bersifat progresif, terus merusak saluran empedu termasuk yang di dalam hati. Pada akhirnya hal itu menyebabkan gagal hati yang harus diatasi dengan transplantasi hati. Atresia bilier adalah penyebab transplantasi hati tersering pada bayi/anak.