Pun Hlaing Siloam Hospital Resmi Beroperasi

Merealisasikan semangat persaudaraan ASEAN, Lippo Group dan First Myanmar Investments (FMI) Co Ltd resmi menjalin kerja sama bisnis senilai US$ 420 juta untuk membangun rumah sakit di Myanmar. Jalinan kerja sama ini ditandai oleh peresmian Pun Hlaing Siloam Hospital, rumah sakit joint venture Lippo dan FMI oleh Dirjen Pelayanan Kesehatan Masyarakat Myanmar, Mynt Han di Yangon, Myanmar, Sabtu (6/6).

Hadir pada acara peresmian rumah sakit modern pertama di Myanmar itu CEO Lippo Group James T Riady, Chairman FMI Serge Pun, Deputi Menko Perekonomian Edy Putra Irawady, Dubes Indonesia untuk Myanmar Ito Sumardi, Penasihat Presiden Republik Indonesia dan Menteri Luar Negeri Indonesia (2001-2009) Hasan Wirajuda, anggota DPR Pius Lustrilanang, Chairman Mataharimall.com Emirsyah Satar, sejumlah duta besar, dan kalangan pebisnis Myanmar.

"Kehadiran rumah sakit ini mendekatkan Indonesia dan Myanmar, dua negara yang sudah lama menjalin hubungan baik," kata Edy Putra Irawady.

Kerja sama kedua grup usaha dimulai dengan penyelesaian peningkatan peralatan medis, layanan, dan keahlian manajeman senilai US$ 10 juta. Masuknya dana tahap awal dari Lippo mengangkat kualitas rumah sakit ini ke level internasional. Peresmian rumah sakit berstandar global ini juga sudah mendapatkan persetujuan resmi dari Pemerintah Myanmar-Indonesia dengan Myanmar Investment Corporation yang diberikan sejak 7 April 2015.

Chairman Serge Pun & Associates Group (SPA Group) Serge Pun mengatakan pihaknya telah mendirikan Pun Hlaing Hospital sejak 2005. Selama sembilan tahun perjalanan bisnis rumah sakit, perseroan berusaha menjaga standar kualitas rumah sakit tersebut.

"Namun, bisa dibilang kami masih lemah jika hanya mengoperasikan satu rumah sakit. Kami ingin lebih banyak mendirikan rumah sakit berkualitas. Oleh karena itu, kami mencari mitra," katanya dalam pidato saat peresmian Pun Hlaing Siloam Hospital.

Serge mengaku, sebelum menggandeng Lippo Group, pihaknya telah didekati oleh banyak pengelola rumah sakit dari berbagai negara di Asia, dan negara Barat. Selama masa pencarian mitra, Serge merasa belum ada kesamaan visi dan misi, sampai akhirnya perseroan bertemu dengan Lippo Group.

"Saya melihat sendiri bagaimana rumah sakit Siloam beroperasi di Indonesia. Saya melihat standar dan kualitas pelayanan yang tinggi dari sebuah rumah sakit. Saya yakin ini yang kami inginkan," terangnya.

Sementara itu, CEO Lippo Group James T Riady mengatakan, pendirian rumah sakit ini bukan sekadar upaya mencari pendapatan serta keuntungan, melainkan memperluas pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang membutuhkan. "Rumah sakit adalah pelayanan dan kemanusiaan. Untuk bisa melayani dengan lebih baik, kita wajib memahami budaya, memiliki compassion atau rasa cinta kepada sesama. Kita berupaya agar setiap orang merasa terberkati setiap mereka datang ke rumah sakit ini," ungkapnya.

Menurut James, dalam jangka menengah, perseroan berniat mendirikan 12 rumah sakit di Myanmar. Namun, pada akhirnya investasi tersebut mampu mencapai 20 rumah sakit. "Nilai investasi satu rumah sakit termasuk dengan lahan sekitar US$ 50 juta. Sekitar 6 Sampai 7 rumah sakit akan kami bangun di Yangon, sisanya di luar Yangon," kata James.

Menurut dia, potensi bisnis rumah sakit di Myanmar semakin menjanjikan di masa mendatang. Apalagi, Myanmar akan segera menerapkan sistem jaminan sosial dengan mendirikan Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan seperti di Indonesia.

“Yang menarik, sistem BPJS mereka itu dibatasi. Setoran BPJS di Myanmar diperkirakan sekitar Rp 40.000 per bulan. Biaya itu di luar operasi, dan maksimal dalam satu tahun 10 kali pergi ke dokter,” katanya.

Selain meningkatkan lapangan kerja dan standar hidup masyakarat Myanmar, Pun Hlaing Siloam Hospitals ditargetkan bertumbuh menjadi perusahaan dengan nilai US$ 2 miliar. Perusahaan ini juga ditargetkan meraih pendapatan tahunan sebesar US$ 400 juta, dan akan didukung oleh 12.000 tenaga medis yang terdiri atas dokter, perawat dan ahli kesehatan guna merawat 4 juta pasien per tahun.

Standar Internasional
Sementara itu, CEO Pun Hlaing Siloam Hospital Gershu Paul mengatakan strategi perseroan adalah membuat masyarakat memilih Pun Hlaing Siloam sebagai rujukan rumah sakit ketimbang pergi ke rumah sakit di negara tetangga, seperti Thailand, Singapura, ataupun Malaysia. Saat ini, rumah sakit yang terletak di area Pun Hlaing Golf Estate, Yangon, itu memiliki kapasitas sebanyak 174 ranjang dan akan ditingkatkan menjadi 250 tempat tidur.

“Kami punya 20 dokter spesialis full time, dan akan terus bertambah menjadi 30 dokter. Kami menggunakan tenaga dokter lokal, yang dilengkapi dengan sertifikat pendidikan dari universitas di luar negeri dari Hong Kong, London, dan Singapura," ujarnya.

Sekitar 40 persen saham Pun Hlaing Hospital dimiliki Lippo Group, sementara sisanya 60 persen oleh SPA. Menurut Paul, porsi kepemilikan tersebut akan dipertahankan dan tidak berubah dalam beberapa tahun mendatang.

Pada kesempatan sama, Managing Director Siloam Hospital Group Grace Frelita mengatakan visi dan misi rumah sakit ini adalah menerapkan standar internasional yang sama kepada pasien dari berbagai golongan. Bagi kalangan menengah ke bawah, Pun Hlaing Siloam Hospital menawarkan biaya mulai dari US$ 10 per hari.

“Selain terjangkau, visi rumah sakit ini adalah bagaimana memberikan pelayanan dengan kasih, jadi tidak ada perbedaan antara pasien yang kaya dan kurang mampu,” katanya.

Dalam sambutannya, Ito Sumardi mengatakan kerja sama antara Lippo Group dan FMI Group bakal semakin memperkuat hubungan bilateral antara Indonesia dan Myanmar. Perekonomian Myanmar yang sedang bertumbuh bakal berdampak terhadap investasi, utamanya di bidang kesehatan.

“Di sektor ekonomi, kerja sama perdagangan antara individual sudah bergerak ke perdagangan antarnegara. Saya optimistis, masih akan ada lagi investasi asing di Myanmar, termasuk dari Indonesia. Kerja sama Lippo Group dengan FMI Group adalah momentum yang kuat,” jelas Ito.

Jumlah penduduk Myanmar saat ini mencapai 61 juta jiwa dengan rata-rata pertumbuhan tiap tahun sebesar 1,1 persen. Laju pertumbuhan PDB Myanmar pada tahun anggaran 2013-2014 sebesar 8,3 persen, naik dibanding periode 2012-2013 yang sebesar 6,3 persen.

Hingga 31 Maret 2015, Indonesia berada di urutan 14 dalam daftar investasi perusahaan asing di Myanmar dengan total investasi sebesar US$ 241,49 juta. Posisi teratas ditempati oleh Tiongkok dengan total investasi US$ 14,75 miliar, atau 27,20 persen dari total investasi perusahaan asing di Myanmar yang mencapai US$ 54,23 miliar.

Didirikan 1992, FMI adalah perusahaan Myanmar pertama yang menjadi perusahaan publik dan memiliki lebih dari 6.000 pemegang saham publik. Grup usaha ini bergerak di sektor keuangan, properti, kesehatan, dan penerbangan. FMI selalu mencatat keuntungan dan memberikan dividen kepada pemegang saham.

Selain Lippo Group, FMI juga menjalin joint venture dengan perusahaan ternama dunia, seperti Mitsubishi, The International Finance Corporation, The Asian Development Bank, Telenor, dan Parkson.

Sedang Lippo merupakan salah satu grup bisnis papan atas di Indonesia dengan nilai kapitalisasi pasar di atas US$ 20 miliar. Didukung lebih dari 50.000 staf, Lippo beroperasi di sektor properti, ritel, department store, telekomunikasi, data dan teknologi, kesehatan, pendidikan, dan media massa. Setelah 60 tahun berdiri, Lippo kini beroperasi di lebih dari sembilan negara dan menjadi salah satu grup bisnis Indonesia yang menjadi pemain global. Di ASEAN, Lippo sudah hadir di Singapura, Filipina, Myanmar, dan tengah menjajaki investasi di Kamboja, Vietnam, Srilanka, dan Nepal.

"Masuk di negara-negara ASEAN sudah menjadi visi Lippo. Kapan kami masuk, tergantung pada konfirmasi dari setiap negara. Jika saat ini kami masuk Myanmar, itu karena kami mendapat konfirmasi, yakni sudah punya mitra lokal dan mendapat dukungan dari pemerintah setempat," ujar James.

Diposting 08-06-2015.

Dia dalam berita ini...

Pius Lustrilanang

Anggota DPR-RI 2014
Nusa Tenggara Timur I