Usai mengunjungi Polda Jatim terkait kesiapan pengamanan pelaksanaan Pilkada serentak di Jawa Timur, tim DPR RI berlanjut melakukan kunjungan ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim, Selasa (4/8/2015).
Untuk kali ini, Komisi III DPR RI datang ke Kejati Jatim karena menerima banyaknya pengaduan masyarakat bahwa penanganan kasus korupsi di Jawa Timur kurang maksimal.
Taufiqul Hadi, M.Si, Ketua rombongan komisi yang berasal dari Dapil Jatim IV ini mengatakan, kepercayaan masyarakat terhadap kinerja pemerintahan mulai membaik, tetapi persepsi penilaian terhadap penindakan persoalan hukum yang ditangani oleh kejaksaan masih belum maksimal.
Masyarakat, masih melihat adanya tebang pilih dalam setiap penanganan perkara, korupsi maupun pidana. " Itu yang ingin kami tanyakan langsung dalam kunjungan ini,” ujar politisi dari Faraksi Partai Nasdem, Selasa (4/8/2015).
Dijelaskan olehnya, jika masih banyak penanganan kasus yang terkesan cukup lamban dan memakan waktu lama. Padahal beberapa perkara itu semestinya bisa ditangani dengan cepat, tepat dan cermat dan tetap mengedepankan rasa kemanusian dan keadilan. Hal senada juga dikatakan oleh anggota Komisi III lainnya, Dossy Iskandar Prasetyo dari Fraksi Partai Hanura terkait hukuman atau sanksi bagi oknum jaksa yang telah melakukan pelanggaran.
"Sejauh ini masyarakat kan tidak banyak tahu hukuman bagi oknum nakal ini seperti apa. Apakah oknum yang nakal ini sudah diberi hukuman atau sebaliknya kan tidak ada yang tahu. Kalau memang sudah ada sanksi, lantas pembinaannya seperti apa. Lalu apakah itu melekat sampai cukup lama hingga mempengaruhi promosi atau kenaikan pangkat, itu yang ingin kita ketahui. Termasuk sejauh mana Kejati punya kewenangan mempromosikan anak buahnya yang berprestasi,” imbuh Dossy.
Sementara Adies Kadir, anggota komisi dari Fraksi Partai Golkar meminta kepada kejaksaan untuk serius dalam setiap menangani kasus korupsi. Terutama agar kejaksaan tidak berpengaruh dengan MoU (memorandum of understanding) yang sudah dibuat dengan sebuah instansi yang kenyataanya hendak dilakukan penyelidikan.
“Jangan sampai setiap menangani kasus korupsi itu ‘ewuh pakewuh’ ketika sudah ada kerjasama atau MoU. Kalau sudah berpatokan dengan MoU jelas tidak akan independent. Ini yang perlu dihindari,” pinta Adies.
Sementara perwakilan dari Fraksi Gerindra, Wihadi Wiyanto mengatakan, jika dirinya kerap mendapat laporan dari masyarakat terkait dugaan permainan dalam setiap penanganan kasus. Terutama, kasus tersebut tak kunjung P-21. Artinya, ia melihat ada petunjuk dari jaksa yang seolah tidak masuk akal untuk dipenuhi oleh seorang penyidik.
“Yang terjadi selalu bolak-balik P-19. Misalkan kasus pencabulan terhadap santri. Jaksa memberikan petunjuk yakni meminta kepada penyidik mencarikan saksi pencabulan. Nah..entry point’ nya disini. Ya jelas, akan sulit. Itu laporan yang sering masuk ke kami,” beber Wihadi, wakil Dapil IX Jatim ini.
Terpisah, Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim, Elvis Jhonny, mengaku sudah melakukan berbagai perubahan sejak dirinya memimpin. Terutama menyangkut kedisiplinan di dalam. Namun ia tak segan-segan memberikan sanksi tegas bagi jaksa yang bersalah.
“Ini masukan bagi kami, tentunya kami akan melakukan perubahan ke depan jauh lebih baik. Bagi jaksa-jaksa yang bersalah dan terbukti, kami juga akan berikan sanksi sesuai kesalahan yang dilakukan,” ujar Elvis.