Kejaksaan Agung (Kejagung) menuai kontroversi menyusul tudingan salah geledah dan penyalahgunaan kewenagan dalam pengusutan dugaan korupsi penjualan hak tagih (cassie) Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), yang melibatkan perusahaan asing, PT Victoria Securities International Corporation (VSIC).
Direktur Eksekutif KPK Watch Yusuf Sahide menilai, ada keanehan dalam sikap dalam penanganan kasus ini, pasalnya satugasus Kejagung telah menyebut besaran kerugian negaram padahal belum ada perhitungan dari auditor resmi yaitu Badan Pemeriksan Keuangan (BPK).
"Ini sudah penyalahgunaan wewenang oleh Jaksa Agung. Karena lembaga yang berhak menilai ada kerugian negara yaitu BPK, bukan Kejagung," ucapnya, Minggu (23/8).
Yusuf juga mengatakan, kalau melihat kasus ini disebut ada kerugian negara, hingga saat ini belum ada petunjuk dari lembaga berwenang yakni BPK membuat rekomendasi adanya kerugian negara.
Dengan demikian, publik pasti mempertanyakan ada tidak audit atau rekomendasi BPK kalau sudah disebutkan ada kerugian negara.
Kalaupun, sambungnya, tidak ada audit BPK, tapi Jaksa Agung sudah menyebutkan adanya kerugian negara, ini berbahaya dalam sistem penegakan hukum di Indonesia.
"Kalau itu benar maka Jaksa Agung bisa dipidana karena penyalah gunaan kewenangan. Pasal 23 UU 31/1999 bisa dikenakan," tutupnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon menegaskan, tak ada lembaga lain kecuali Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang berwenang menghitung kerugian negara.
Hal itu dikatakan Fadli terkait kasus dugaan korupsi penjualan hak tagih (cassie) Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), yang diduga melibatkan perusahaan asing, PT Victoria Securities International Corporation (VSIC).
"Kerugian negara itu yang menghasilkan BPK sebagai supreme auditor. Itulah yang menentukan kerugian negara," kata Fadli