Komisi I DPR RI telah menyelesaikan uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) 33 calon duta besar (dubes) yang diajukan Presiden Joko Widodo pada Kamis malam, 17 September 2015. 10 fraksi tak seragam mengenai kelayakan dan kepatutan para calon wakil negara itu.
Fraksi Partai Gerindra bahkan menyebut ada enam calon dubes yang kurang memenuhi kelayakan dan kepatutan. Namun, tak dijelaskan secara detail identitas mereka dan hal-hal yang dianggap kurang memenuhi syarat, karena bersifat rahasia.
Legislator Partai Gerindra pada Komisi I, Rachel Maryam, hanya menyebutkan secara umum: satu kurang layak dan lima lainnya dianggap layak, namun dengan sejumlah catatan.
Menurutnya, beberapa kekurangan para dubes terkait kemampuan komunikasi politik. Mereka kurang kemampuan diplomasi, tapi mempunyai pengetahuan yang bagus. Dari situ terlihat ada calon dubes yang dianggap tidak tepat di negara yang diproyeksikan.
"Selanjutnya, ini tugas Kemenlu (Kementerian Luar Negeri) untuk memperdalam dan menambah kemampuan mereka," kata Rachel.
Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Nasdem, Bachtiar Aly, mengungkapkan fraksinya menilai banyak calon dubes yang kompetensinya kurang. "Yang berkompeten dan menonjol sampai saat ini baru 25 persen."
Ia menilai rendahnya kapasitas calon dubes dalam uji kepatutan dan kelayakan adalah demam panggung, sehingga presentasi yang dilakukan di hadapan anggota Dewan menjadi tidak maksimal.
Faktor lain adalah jam terbang yang kurang. Mayoritas calon dubes adalah orang baru dalam dunia diplomasi.
Untuk alasan yang kedua itu, Bachtiar lebih menekankan proses belajar, keuletan, dan integritas yang harus ditingkatkan. Itu merujuk pada target Pemerintah yang menjadikan para dubes Indonesia sebagai utusan negara.
"Kita jangan apriori dulu dalam menilai karena ada juga yang nervous (canggung), jadi performanya kurang, padahal tidak bodoh. Kalau yang kurang jam terbang bisa kelihatan. Tapi, yang menonjol itu sudah dipastikan jam terbangnya sudah baik," katanya.