Perkara korupsi proyek transmigrasi di Kemenakertrans mendekati DPR. Bekas anggota Komisi II Charles Jones Mesang dua kali diperiksa penyidik KPK sebagai saksi.
Menurut Pelaksana Harian (Plh) Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati, Charles dimintai keterangan untuk pemberkasan perkara tersangka JM. Seperti diketahui, JM adalah bekas Dirjen Pembinaan Pembangunan Kawasan Transmigrasi (P2KT) Jamaludin Malik.
Namun, Yuyuk belum mau membeberkan sejauhmana kaitan politisi Partai Golkar ini, dalam perkara korupsi yang menjerat mantan anak buah bekas Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar itu.
Yuyuk pun enggan menjelaskan soal informasi apa yang digali penyidik dari Charles. "Yang pasti, pemeriksaan ini untuk melengkapi berkas tersangka JM," elak pengganti Johan Budi di posisi Kabiro Humas KPK ini.
Ini adalah kedua kalinya Charles diperiksa KPK sebagai saksi. Sebelumnya, bekas anggota Komisi II DPRitu, diperiksa penyidik pada 15 September lalu. Jadi, dalam waktu dua pekan, Charles dua kali diperiksa.
Namun, mengenai materi pemeriksaan dua pekan lalu itu, Yuyuk lagi-lagi ogah memaparkannya. "Untuk perannya, tidak dapat disampaikan karena masuk substansi perkara," elaknya.
Selain mengorek keterangan Charles, pada Selasa (29/9), KPK juga memanggil Jamaludin sebagai tersangka. Saat keluar Gedung KPK, Jamaludin hanya melemparkan guyon kepada awak media bahwa dirinya diundang makan siang oleh KPK. "Tapi, makanannya belum siap," ucapnya sembari tertawa dan masuk ke mobil tahanan.
Menurut kuasa hukum Jamaludin, FX Suminto, kliennya menandatangani berkas perpanjangan masa penahanan. "Tadi hanya agenda perpanjangan masa penahanan untuk 40 hari," kata Suminto seusai mendampingi kliennya.
Menurut Suminto, pemanggilan kliennya kali ini sama sekali tidak membicarakan kasus tersebut. "Menurut informasi dari pihak KPK, ada petunjuk dari jaksa, makanya dilakukan perpanjangan penahanan," ujarnya.
Jamaluddin dalam kasus tersebut disangka memperkaya diri sendiri dan orang lain dengan melakukan pemerasan. Tapi, siapa orang lain itu, belum dibeberkan KPK secara gamblang.
Diduga, pemerasan terjadi dalam pembangunan sarana dan prasarana berupa gedung perkantoran di lahan transmigrasi di Kalimantan, dimana pada setiap item proyek itu, Jamaluddin meminta uang kepada pihak yang membangun gedung.
Agar tidak menghilangkan barang bukti, kabur, dan mengulangi tindakan yang sama, Jamaluddin ditahan KPK sejak Kamis, 10 September 2015. Jamaludin ditahan di Rutan Pomdam Jaya, Guntur, Jakarta.
Jamaluddin dijerat dengan Pasal 12 huruf e dan huruf f, atau Pasal 23 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dengan UUNomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), juncto Pasal 421 juncto Pasal 55 Ayat 1 kesatu KUHP.
Melihat Pasal 55 KUHP yang juga dikenakan KPK, maka Jamal diduga melakukan aksinya bersama orang lain. Setidaknya, ada yang turut serta. Biasanya, ada tersangka baru jika KPK menyangkakan pasal ini kepada seorang tersangka.
Kilas Balik
Tersangka Jamaludin Malik Pernah Jadi Saksi Perkara Korupsi Lain
KPK menetapkan bekas Direktur Jenderal Pembinaan Pembangunan Kawasan Transmigrasi Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Jamaluddin Malik (JM) sebagai tersangka pada Februari 2015.
Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha mengatakan, JM disangka melakukan pemerasan terkait kegiatan Kemenakertrans tahun anggaran 2013-2014.
"Dalam pengembangan penyelidikan, KPK menemukan dua bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan JM selaku Dirjen P2KT Kemenakertrans, sebagai tersangka," ujar Priharsa di Gedung KPK, Jakarta, Kamis malam (12/2).
Priharsa mengatakan, Jamaluddin selaku Dirjen P2KT Kemenakertrans diduga menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.
Selain itu, pada waktu menjalankan tugas meminta, menerima, atau memotong pembayaran kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kas umum, seolah-olah pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut mempunyai utang kepadanya.
Padahal, sambung Priharsa, hal tersebut bukan merupakan utang terkait dana kegiatan tahun anggaran 2013-2014, dan dana tugas pembantuan tahun anggaran 2014 pada Direktorat Jenderal Pembinaan Pembangunan Kawasan Transmigrasi (P2KT).
Namun, saat itu, Priharsa mengaku belum tahu siapa saja pihak yang terkait dalam pemerasan tersebut. "Jumlah kerugian negara juga belum ditaksir," kata Priharsa.
Usai KPK menetapkan Jamaluddin sebagai tersangka, penyidik melakukan penggeledahan di tiga tempat, yakni rumah Jamaludin di Cinere, Jakarta Selatan, rumah bekas Direktur Perencanaan Teknis Pembangunan Kawasan Transmigrasi Arsyad Nurdin di Jatibening, Bekasi, serta kantor Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (dulu Kemenakertrans).
Dalam penggeledahan itu, KPK menyita sejumlah barang yang terkait dengan sangkaan korupsi terhadap Jamaludin. "Dari rumah tersangka, penyidik menyita sejumlah dokumen dan satu unit treadmill yang diduga merupakan hasil pemerasan," ujar Priharsa.
Pada 13 September 2011, jauh sebelum dijadikan tersangka, Jamaluddin pernah diperiksa penyidik tentang hubungannya dengan bekas Seksi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Kementerian Keuangan (Kemkeu) Sindu Malik Pribadi.
Saat itu, Jamaluddin mengaku kenal dengan Sindu Malik. Keduanya pernah bertemu sekali di Kantor Kementerian Transmigrasi. "Iya kenal. Pernah bertemu, hanya audiensi," kata Jamaluddin seusai diperiksa KPK pada Selasa, 13 September 2011.
Ketika dikonfirmasi soal materi audensi ketika Sindu menemuinya, Jamaluddin mengatakan, "Memperkenalkan diri, karena saya Dirjen. Jadi hanya kenalan, ngobrol-ngobrol biasa saja."
Jamaluddin membantah pertemuan itu ada kaitannya dengan proyek Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (PPID) untuk Kawasan Transmigrasi pada APBN-Perubahan 2011.
Jamaludin terseret ke pusaran kasus korupsi proyek PPID setelah bekas Sekretaris Direktorat Jenderal Pembinaan Pengembangan Kawasan Transmigrasi I Nyoman Suisnaya, bekas Kepala Bagian Perencanaan dan Evaluasi Ditjen Pembinaan Pengembangan Kawasan Transmigrasi (P2KT) Dadong Irbarelawan, dan pegawai PT Alam Jaya Papua Dharnawati membeberkan kasus ini kepada KPK.
Hampir Tak Mungkin Pelaku Kasus Korupsi Beraksi Sendirian
Al Muzzammil Yusuf, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Al Muzzammil Yusuf mengatakan, KPK tentu mempunyai motif tersendiri di balik pemeriksaan bekas anggota Komisi II DPR Charles Jones Mesang.
Menurutnya, penyidik menganggap keterangan Charles dapat dijadikan pintu masuk untuk menelusuri pihak lain yang terlibat. "Bisa saja keterangan saksi berpengaruh besar dalam penyidikan kasus ini, karena Komisi II adalah mitra kerja Kemenakertrans," jelas Yusuf.
Namun, politisi PKS ini meminta publik untuk mengedepankan azas praduga tidak bersalah. Sebab, yang diperiksa KPK sebagai saksi, tidak bisa dipastikan terlibat. "Jangan menganggap saksi itu pasti terlibat," sebutnya.
Namun Yusuf berharap, agar KPK berani mengungkap dugaan korupsi tersebut sampai kepada aktor intelektualnya. Lantaran patut diduga, pelaku utamanya korupsinya lebih besar.
"Kalau hanya dirjen, saya rasa kurang. Sebab, apakah ada yang lebih tinggi dari itu dan ikut merasakan untung," tanyanya.
Apalagi, tambahnya, setiap pengajuan anggaran, pengesahannya ada di tangan DPR. Di sanalah alokasi anggaran setiap kementerian digodok.
"Korupsi itu hampir tidak mungkin berdiri sendiri, jadi patut diduga ada pihak lain yang ikut mendukung upaya tersebut," tegasnya.
KPK Mencari Orang Lain Yang Terlibat
Uchok Sky Khadafi, Direktur CBA
Direktur LSM Center for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi mempertanyakan, apakah KPK mengendus dugaan keterlibatan pihak lain dalam kasus ini.
Menurutnya, pemeriksaan yang dilakukan penyidik KPK terhadap bekas anggota Komisi II DPR Charles Jones Mesang sebagai saksi, wajar memunculkan pertanyaan seperti itu.
"Itu sudah jadi pertanyaan mengenai dugaan keterlibatan pihak lain. Bisa jadi, ada pihak lain yang diduga KPK kut berperan dalam kasus ini," ucap Uchok.
Lebih jauh Uchok mengatakan, pasangan kerja Kemenakertrans adalah Komisi II. Oleh sebab itu, wajar jika KPK mencari, adakah benang merah kasus ini dengan Komisi II.
"Penyidik mungkin sedang mencari pihak lain yang terlibat, dan itu terindikasi dari dua kali KPK memanggil Charles sebagai saksi. Mungkin Charles punya pengetahuan tentang kasus ini."
Uchok menambahkan, soal siapa lagi yang terlibat, semua itu tergantung pada alat bukti dan kewenangan KPK. Tapi, dia mengingatkan agar KPK menuntaskan perkara tersebut sampai ke akarnya.
Uchok menyarankan agar KPK menggunakan teori ikuti aliran uang. Lantaran kasus tersebut adalah kasus pemerasan. Maka, uang itu diduga tidak hanya untuk Jamaludin. Melainkan, ada penampung yang ikut memainkan peran.
"Kalau memang ada keterlibatan pihak lain, maka itu menjadi tugas KPK untuk menuntaskannya. Jangan sampai ada pelaku lain yang lolos dari jerat hukum," pintanya.