Pelaksana Tugas (Plt) Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Johan Budi menilai latar belakang pendidikan hukum bukan menjadi poin utama untuk menjadi seorang Komisioner KPK.
Menurutnya, yang terpenting adalah pemahaman seorang calon pimpinan mengenai hukum.
Pernyataan Johan ini menanggapi sejumlah anggota Komisi III DPR yang mempersoalkan latar belakang pendidikannya sebagai Capim KPK Jilid IV yang bukan sarjana hukum.
"Seperti yang saya sampaikan di tes waktu itu seleksi, bahwa yang penting bukan sarjana hukumnya, tapi orang ini mengerti hukum atau tidak. Yang dibutuhkan itu orang yang mengerti hukum," kata Johan di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (24/11).
Lebih jauh Johan menyatakan, untuk menjalankan tugas-tugas sebagai Pimpinan KPK yang diperlukan bukanlah ijazah dari fakultas hukum melainkan pengalaman dan pemahaman mengenai persoalan hukum.
Apalagi, katanya, dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK hanya mencantumkan 15 tahun berpengalaman di bidang hukum, bukan syarat sarjana hukum.
"Sekarang tinggal siapa yang mendefinisikan 15 tahun berpengalaman di bidang itu. Kemarin di tingkat Pansel, didefinisikan oleh Pansel sekarang yang mendefinisikan Komisi III," katanya.
Meski demikian, Johan membantah pernyataannya ini merupakan pembelaan sebagai sarjana teknik agar terpilih menjadi Komisioner KPK. Johan menyerahkan sepenuhnya pencalonan dirinya kepada Komisi III DPR yang akan menggelar fit and proper test.
"Itu urusan komisi III mau milih silakan, mau enggak milih silakan," katanya.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi III Desmond Junaidi Mahesa mempersoalkan latar belakang pendidikan Johan Budi.
Meski menjagokan Johan, Desmond menilai mantan Deputi Pencegahan itu tidak memenuhi syarat memimpin KPK karena tak memiliki latar belakang di bidang hukum sesuai Pasal 29 Undang-Undang tentang KPK. Johan juga tidak pernah jadi penyidik atau penuntut umum.