10 fraksi Komisi III DPR kembali sepakat untuk menunda pengambilan keputusan jadwal fit and proper test atau uji kelayakan 8 calon pimpinan (capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), hingga pekan depan.
Menanggapi hal itu, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengatakan, apa yang dilakukan oleh Komisi III DPR adalah bagian dari koreksi terhadap KPK.
Karena, menurut Fahri, ketiadaan unsur jaksa di pimpinan KPK dapat menyebabkan koordinasi antar lembaga penegak hukum jadi tidak baik.
"Kalau sudah diproses di Komisi III itu ya sudah menjadi bagian dari keputusan partai-partai di komisi dan DPR, tentu saya dukung," kata Fahri di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (26/11/2015).
Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menjelaskan, Undang-Undang UU KPK mengatur unsur Pimpinan KPK yaitu dari sipil dan pemerintahan dari unsur penyidik dan penuntut. Dari 8 capim KPK yang diserahkan oleh Pansel tak ada dari unsur jaksa.
"Kalau tidak ada polisi itu bisa dimengerti. Tetapi kalau tidak ada jaksanya ya itu batal. Ini kan perintah UU nya memang harus seperti itu. Jadi ini kalau diteruskan, ibaratnya sama aja menaruh burung dalam sangkar yang bolong, itu bisa lepas juga," jelas dia.
Unsur jaksa dalam Pimpinan KPK menurut Fahri, selalu ada di beberapa rezim Pimpinan KPK. Sedangkan, baru kali ini tak ada unsur jaksa dalam capim KPK. Untuk itu, ia mendukung Komisi III untuk menunda pembahasan capim.
"Dari zaman Pak Ruki dulu lalu kemudian zaman Pak Antasari lalu baik zaman Pak Busyro atau pak Abraham itu ada. Zaman pak Abraham ada pak Zulnya (Zulkarnain) Lalu zaman pak ruki dulu ada pak Tumpak (Hamonangan). Dan begitu seterusnya mekanismenya yang ada," tandas Fahri.