Komisi E DPRD Sumut mengatakan penahanan ijazah oleh perusahaan sesuatu yang sangat dilarang dan tidak dibenarkan. Dalam merekrut tenaga kerja perusahaan cukup membuat kontrak kerja dan harus diketahui Dinas Tenaga Kerja Provinsi maupun kabupaten/kota.
Hal ini disampaikan Anggota Komisi E DPRD Sumut dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Syamsul Qadri Marpaung, Lc kepada wartawan di DPRD Sumut, Selasa (1/12).
Dia menjelaskan, dalam rekrutmen tenaga kerja tidak boleh ada yang harus digadaikan, makanya tahan menahan ijazah tidak dibenarkan. “Sejak awal saja sudah melakukan kesalahan, biasanya yang dilampirkan fotocopy ijazah. Jika ingin melihat aslinya baru dilegalisir, kalau pun mau lebih harus menunjukkan aslinya,” katanya.
Menurut Syamsul, perusahaan harusnya membuat kontrak kesepakatan yang ditandatangani bersama dan tidak boleh dilanggar baik pekerja dan pemberi kerja.
“Seharusnya ini saja yang menjadi acuan. Kita sangat miris melihat ada perusahaan besar yang bergerak di bidang retail menahan-nahan ijazah bahkan sampai di bawa ke Jakarta. Ini untuk apa?,” ucap Syamsul Qadri.
Dia mengimbau kepada pekerja apabila ijazahnya ditahan bisa melaporkan ke komisi E DPRD Sumut dan sikap perusahaan tersebut sangat keterlaluan.
Sikap tegas juga disampaikan Sekretaris Komisi E DPRD Sumut, Firman Sitorus, SH. Politis Partai Hanura ini meminta agar pihak-pihak yang merasa dirugikan akibat penahanan ijazah, melapor.
Menurutnya, tidak ada alasan dan peraturan yang memerintahkan agar ijazah pekerja ditahan. “Lah, kalau hilang, atau terbakar siapa yang bertanggung jawab. Apakah perusahaan mau,” tanyanya.
Firman menegaskan, belum lama ini Komisi E DPRD Sumut pernah menangani kasus sejumlah pekerja tamatan dari Jawa seperti Universitas Padjajaran. Ijazah mereka ditahan perusahan dan kasus ini sudah diselesaikan dengan baik dengan mediasi komisi E DPRD Sumut.
Ketua Komisi E DPRD Sumut, Efendi Panjaitan mengatakan, jika ada orang bekerja itukan melamar dan ada peraturannya. Tapi, persyaratan yang diajukan tidak bisa menahan hak orang dan harus disesuaikan kontrak kerja saat masuk.
“Tanya saja kontrak kerjanya ke Dinas Tenaga Kerja. Apakah Disnaker itu mengetahui? Jangan-jangan tidak. Padahal, semua kontrak kerja harus diketahui apakah sesuai dengan peraturan. Melanggar tidak?” tegas Efendi.
Menurut politisi PDI Perjuangan, apa pun yang dilakukan perusahaan dengan menahan ijazah orang lain tidak dibenarkan karena hal tersebut merupakan hak pribadi yang melekat pada pekerja. “Pekerjaan itukan sukarela mengapa ada unsur paksaan. Pekerja harus mau melaporkan karena itu tidak sesuai. Komisi E sebelumnya sudah pernah mengadvokasi soal penahanan ijazah ini dan akhirnya perusahaan melepaskan. Bayangkan ketika itu ijazah lulusan dari kampus-kampus besar seperti dari IPB, Univesitas Padjajaran,” katanya.
Saat ditanya jika ditemui masih ada perusahaan yang menahan ijazah. Efendi meminta agar para pekerja itu datang saja ke Komisi E maka akan dibantu.
Sebelumnya, salah seorang pekerja yang bergerak di bidang retail yang tidak mau disebutkan namanya mengeluhkan ijazah mereka ditahan selama dua tahun dan dibawa ke Jakarta. Akibatnya, dirinya tidak bisa mendaftar kemana-mana. Padahal, saat bersamaan banyak lowongan kerja di Badan Usaha Milik Negara (BUMN).