DPRDSU: Perusahaan Jangan Tahan Hak Orang

sumber berita , 02-12-2015

 Komisi E DPRD Sumut mengatakan penahanan ijazah oleh perusahaan sesuatu yang sangat dilarang dan tidak dibenarkan. Dalam merekrut tenaga kerja perusahaan cukup membuat kontrak kerja dan harus diketahui Dinas Tenaga Kerja Provinsi mau­pun kabupaten/kota.

Hal ini disampaikan Anggota Komisi E DPRD Sumut dari Fraksi Partai Keadilan Sejah­tera (PKS), Syamsul Qadri Marpaung, Lc kepada wartawan di DPRD Sumut, Selasa (1/12).

Dia menjelaskan, dalam rekrutmen te­naga kerja tidak boleh ada yang harus di­gadaikan, ma­kanya ta­han me­nahan ija­zah tidak di­be­nar­kan. “Sejak awal saja su­dah me­lakukan ke­sa­­la­han, biasa­nya yang di­lam­­pirkan foto­copy ija­zah. Jika ingin me­lihat as­linya baru dilega­lisir, kalau pun mau lebih harus me­nun­jukkan asli­nya,” kata­nya.

Menurut Syamsul, pe­rusahaan harusnya mem­buat kontrak kesepakatan yang ditan­datangani bersa­ma dan tidak boleh dilang­gar baik pekerja dan pem­beri kerja.

“Seharusnya ini saja yang menjadi acuan. Kita sangat miris melihat ada pe­rusahaan besar yang ber­ge­rak di bidang retail me­na­­han-nahan ijazah bahkan sampai di bawa ke Jakarta. Ini untuk apa?,” ucap Syamsul Qadri.

Dia mengimbau kepada pekerja apabila ijazahnya ditahan bisa melaporkan ke komisi E DPRD Sumut dan sikap perusahaan ter­sebut sangat keterlaluan.

Sikap tegas juga disampaikan Sekretaris Komisi E DPRD Sumut, Firman Sitorus, SH. Politis Partai Hanura ini meminta agar pihak-pihak yang merasa dirugikan akibat penahanan ijazah, melapor.

Menurutnya, tidak ada alasan dan pe­raturan yang memerintahkan agar ijazah pekerja ditahan. “Lah, kalau hilang, atau terbakar siapa yang bertanggung jawab. Apakah perusahaan mau,” tanyanya.

Firman menegaskan, belum lama ini Ko­misi E DPRD Sumut pernah menangani kasus sejumlah pekerja tamatan dari Jawa seperti Universitas Padjajaran. Ijazah me­reka ditahan perusahan dan kasus ini sudah diselesaikan dengan baik dengan mediasi komisi E DPRD Sumut.

Ketua Komisi E DPRD Sumut, Efendi Panjaitan mengatakan, jika ada orang be­kerja itukan melamar dan ada pera­turannya. Tapi, persyaratan yang diajukan tidak bisa menahan hak orang dan harus disesuaikan kontrak kerja saat masuk.

“Tanya saja kontrak kerjanya ke Dinas Tenaga Ker­ja. Apakah Dis­naker itu me­ngetahui? Jangan-ja­ngan tidak. Padahal, semua kon­trak kerja harus diketahui apakah sesuai dengan peraturan. Melanggar tidak?” tegas Efendi.

Menurut politisi PDI Perjuangan, apa pun yang dilakukan perusahaan dengan me­nahan ijazah orang lain tidak dibenarkan karena hal tersebut merupakan hak pribadi yang melekat pada pekerja. “Pekerjaan itukan sukarela mengapa ada unsur paksaan. Pekerja harus mau melaporkan karena itu tidak sesuai. Komisi E sebelumnya sudah pernah mengadvokasi soal penahanan ijazah ini dan akhirnya perusahaan melepaskan. Bayangkan ketika itu ijazah lulusan dari kampus-kampus besar seperti dari IPB, Univesitas Padjajaran,” katanya.

Saat ditanya jika ditemui masih ada peru­sahaan yang menahan ijazah. Efendi me­minta agar para pekerja itu datang saja ke Komisi E maka akan dibantu.

Sebelumnya, salah seorang pekerja yang bergerak di bidang retail yang tidak mau disebutkan namanya mengeluhkan ijazah mereka ditahan selama dua tahun dan dibawa ke Jakarta. Akibatnya, dirinya tidak bisa mendaftar kemana-mana. Padahal, saat ber­samaan banyak lowongan kerja di Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Diposting 02-12-2015.

Dia dalam berita ini...

Syamsul Qodri Marpaung

Anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara 2014