Pemerintah telah memutuskan untuk memungut dana ketahanan energi (DKE) dari setiap liter pembelian bahan bakar minyak (BBM) jenis premium dan solar oleh masyarakat.
Pungutan DKE ini akan mulai diberlakukan pada 5 Januari 2016 bersama dengan diberlakukannya harga baru BBM.
Namun Wakil Ketua Komisi VII DPR, Satya Yudha meminta pemerintah untuk menunda pemberlakuan pungutan tersebut, lantaran belum ada kejelasan terkait aliran dan pengawasan DKE tersebut. Selain itu, skema pungutan ini juga belum mendapatkan persetujuan dari DPR.
"Jadi dengan menunda 3-4 bulan saya pikir baik untuk keuangan negara kita," ujar dia
Satya menilai, jika ditunda maka harga BBM yang akan diberlakukan pada 5 Januari nanti harus kembali diturunkan sesuai dengan harga keekonomian. Hal ini karena harga baru yang ditetapkan sudah termasuk DKE yang untuk premium sebesar Rp 200 liter dan solar Rp 300 per liter.
"Silakan saja diturunkan. Penurunan sudah disampaikan dari Rp 7.150 termasuk Rp 200 di dalamnya. Berarti harga BBM premium menjadi Rp 6.950 (sesuai keekonomian). Rp 200 ditunda, yang solar juga begitu," jelas dia.
Satya juga menegaskan, penundaan ini bukan karena pihaknya ingin membatalkan niat baik pemerintah memupuk [dana ketahanan energi ](dana ketahanan energi "")untuk keberlanjutan energi ke depan, melainkan agar pungutan dan pengelolaan dana ini bisa diawasi secara tepat.
"Makanya yang itu menurut saya harus disadari itu pemerintah. Karena ini bukan membatalkan aspirasi dan ide baiknya, karena itu juga dilindungi UU energi kita. Tapi justru untuk tata kelola keuangan negara kita agar lebih baik," tandas dia.